KBR, Jakarta - Rabu, 18 November 2018, aktivis Kemerdekaan Papua Filep Jacob Samuel Karma keluar dari penjara Abepura pasca divonis 15 tahun penjara lantaran mengibarkan bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 2004.
Pihak Kementerian Hukum dan HAM mengklaim Filep bebas karena mendapat remisi dasawarsa. Tapi hal itu disangkal Filep. Ia menyebut dirinya dipaksa keluar dari penjara hari itu juga. Filep pun menyebut pembebasannya tidak manusiawi. Seperti apa persisnya pembebasan Filep?
Berikut wawancara KBR dengan Filep Karma.
Bagaimana ceritanya Anda bebas? Padahal masih 4 tahun lagi menjalani hukuman penjara?
Saya dipaksa keluar oleh para pejabat lapas, tapi sampai sekarang surat resmi dari Kementerian dan Dirjen Lapas tidak pernah diberikan kepada saya, hanya dibacakan tapi saya tidak melihat suratnya seperti apa. Kemudian hanya dikasih tunjuk lampiran di mana nama saya terdaftar. Tapi bagaimana isi surat, saya tidak tahu.
Dalam surat itu, apa dasarnya Anda bebas?
Surat itu dibacakan tidak seluruhnya, sepotong-potong. Jadi cuma sedikit, jadi saya tidak mengerti secara runtut, isi suratnya bagaimana. Saya dipaksa, satu jam dari sekarang segera keluar. Saya bilang tidak bisa. Saya kasih contoh, hewan yang lama dipelihara manusia atau seperti orangutan mau dilepas kembali ke hutan kan butuh waktu untuk hewan itu beradaptasi dengan tempat tinggal baru. Dia harus tahu tempat cari makan, daerah yang rawan, musuhnya dan di mana dia merasa aman. Nah, saya 11 tahun di dalam sudah merasa at home, tiba-tiba ibarat ditendang dari sana. Jujur saya tidak siap. Karena mind set sudah saya tata, saya ini 15 tahun pindah rumah. Secara psikologis dihancurkan mental saya.
Anda katanya menerima remisi dasawarsa?
Iya mereka katakan itu, tapi saya tidak tahu apakah memang tertulis begitu? Karena sikap mereka menutup-nutupi supaya saya tidak melihat suratnya. Saya merasa aneh. Karena dulu tahun 2000, ketika saya menerima abolisi dari Presiden Gus Dur, itu pun saya dapat suratnya diberikan copynya. Nah ini dari level Menteri atau Dirjen saya tak dapat.
Kalau menolak keluar dari penjara, apa yang akan terjadi?
Saya tidak tahu, saya sudah bilang kalau mau keluar suruh polisi seret saya keluar biar dunia tahu. Tapi mereka bilang, ‘ah enggak gitu kita akan mengantar ke keluarga’. Ngomongnya manis tapi secara psikologis saya ditekan.
Apakah sebelum Anda bebas, tekanan sudah ada?
Tanggal 18 November itu tiba-tiba diberitahu. Katanya, ‘sejam dari sekarang anda segera keluar’. Saya kaget kenapa begini? Mestinya ada asimilasi dulu. Saya katakan juga saya menolak remisi dasawarsa. Tapi mereka paksa saya keluar alasannya mereka nanti disoroti pihak Komnas HAM.
Setelah Anda keluar penjara, Anda disambut KNPB. Apakah Anda tetap akan menyuarakan Kemerdekaan Papua?
Saya tetap konsisten, kalau ditekan saya akan melawan. Saya tetap konsisten berjuang untuk Papua Merdeka dan juga hak berbicara secara bebas di negara demokrasi baik tertulis dan lisan di depan umum. Itu yang saya lakukan tapi saya malah di penjara.
1 Desember nanti, apakah Anda akan kembali mengibarkan bendera Bintang Kejora?
Untuk besok, saya belum karena saya masih cooling down dulu dan recovery data. Karena data base yang saya punya 11 tahun yang lalu, saya perlu recovery untuk kondisi terkini bagaimana supaya aksi saya tepat waktu dan tepat tempat. Jangan sampai aksi saya yang aslah tempat dan salah waktu karena data saya sudah kedaluarsa.
Tapi pihak Istana yakni Staf Khusus Presiden Bidang Papua Lenis Kogoya meminta Anda untuk Diminta jangan suara Papua Merdeka?
Lenis Kogoya jangan mengurus ideologi kami. Silakan dia mengurus kepentingan ekonomi dan perutnya sendiri dan silakan Lenis mau menjual nama kami untuk mendapat uang dari Pak Jokowi ya silakan itu kerjaan dia. Tapi jangan dia mencampuri ideologi kami apa yang kami buat ke depan itu hak kami. Bukan urusan Lenis Kogoya.
Kapan Anda ketemu Lenis Kogoya?
Waktu lima teman dibebaskan itu ketemu. Dan saya menekan beliau, ‘kau jangan campuraduk antara kepentingan ekonomi kamu dengan kepentingan perjuangan kami’. Tapi ya itulah, dia kampanye bahwa eks tahanan politik dapat dana Rp2,6 miliar tapi teman saya yang lima itu tidak mendapat. Jadi saya hanya dimanfaatkan.
Lima eks tahanan politik dibebaskan dan ada beberapa lagi, apakah ini jadi tanda Presiden Jokowi ingin menggandeng Papua?
Ini hanya pencitraan saja. Sebab Jokowi kalau ingin kelola Papua dengan baik, kenapa yang empat anak di Paniai ditembak pada 8 Desember 2014 sampai hari ini tidak selesai? Jokowi janji enam bulan, tapi ini sudah mau setahun, itu tidak pernah diselesaikan.
Harapan Anda pada Jokowi?
Tadi teman-teman saya bertanya, apa renungan saya selama 11 tahun di penjara? Saya mendapati kenyataan, strata sosial Indonesia ketika dijajah oleh Belanda, strata teratas diduduki Belanda dan Eropa, lapisan kedua Timur Asing Cina India Arab, lapisan terbawah rakyat Indonesia. Dan itu masih berlaku.
Nah sekarang, lapiran teratas diduduki jenderal TNI Polri, mereka penguasa Indonesia, bukan Jokowi. Jokowi sebagai simbol dia Panglima Tertinggi TNI Polri, tapi itu hanya tulisan, kenyataan dia bilang jangan ada penembakan di Papua, tidak didengar. Kami tetap dibunuh. Misal kasus Paniai, Tolikara, Dogiyai, Yahukimo, itu anak-anak sekolah jadi korban. Itu bukti bahwa Jokowi sekalipun presiden, tidak ada apa-apanya dibanding jenderal TNI Polri.
Ketika dipenjara, harapan apa yang Anda pupuk untuk Papua?
Saya tetap menjaga semangat untuk Kemerdekaan Papua. Jadi saya memotivasi dan saya tunjukkan kepada masyarakat bahwa penjara bukan sesuatu yang menakutkan, penjara tidak bisa membatasi hak kita untuk merdeka, penjara tidak bisa membungkam kami dan jangan takut pada penjara.
Bagaimana dengan ancaman penembakan?
Ya tetap teriakkan kalau pun dibunuh, itu risiko dari perjuangan. Tapi yang penting kita berjuang dengan damai, tidak boleh dengan kekerasan dan kriminal. Apakah kami salah kalau kami ngomong tentang kebenaran? Apakah salah kalau rumah kami kekayaan di halaman rumah kami dipanen oleh orang lain yang tetangga kami, lalu kami bersuara ‘eh tidak boleh itu punya kami’, terus kami ditangkap kira-kira bagaimana? Terus kami dihukum. Kami bicara tentang kebenaran atas hak kami. Makanya saya tertawa ketika saya dihukum, kecuali saya pergi dan mengklaim Pulau Madura sebagai tanah air saya nah itu saya salah. Tapi saya mengklaim atas di atas tanah saya. Yang lucu, kok Indonesia datang ke tanah saya dan mengaku-ngaku tanah airnya. Terus saya bicara hak saya, saya dipenjara. Kan jadi lucu, padahal Indonesia negara demokrasi, semestinya demokrasi menghargai bangsa lain untuk merdeka. Buktinya Indonesia mendukung Palestina merdeka? Kan jadi kontradiksi.
Apakah Anda akan datang menemui Jokowi saat Natal?
Dalam kepentingan apa? Kalau saya sebagai rakyat Indonesia, ohh no way. Saya bukan rakyat Indonesia. Tapi kalau saya diundang sebagai mewakili bangsa Papua, saya mau datang. Yang pasti tidak sendiri, pasti dengan teman-teman yang mewakili. Kami sebagai utusan bangsa bukan rakyat yang ketemu presiden.
Ketika Anda keluar, Anda merasa canggung menghadapi perubahan?
Iya saya melihat Papua semakin hancur-hancuran dan rusak mental dan moral. Misalnya minuman keras dijual dengan bebas dan orang mabuk di mana-mana. Saya melihat proses Australia menghancurkan suku Aborigin, itu sedang dipraktekkan di tanah Papua.
Editor: Quinawaty Pasaribu