HEADLINE

Soal Lahan Bekas Sawit, Malaysia Ungguli Indonesia

Soal Lahan Bekas Sawit, Malaysia Ungguli Indonesia

KBR, Jakarta - Peneliti sawit dari Yayasan Auriga Nusantara, Wiko Saputra menilai, Indonesia belum punya keberanian untuk benar-benar terlepas dari ketergantungan sawit. 

Menurut Wiko, meskipun sudah diterbitkan kebijakan moratarium sawit melalui Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, tapi dibandingkan dengan negara jiran Malaysia, Indonesia belum memiliki peta jalan atau roadmap lahan sawit.

Peta jalan itu, kata Wiko, untuk memastikan penggunaan bekas lahan perkebunan sawit yang tidak produktif lagi. Bahkan moratorium sawit itu sendiri, ujarnya lagi, malah seolah jalan di tempat.

Terus terang pemerintah Indonesia tidak punya roadmap untuk keluar dari sawit. Kalau Malaysia, jelas roadmap-nya yaitu berkeinginan untuk benar-benar keluar dari ketergantungan perkebunan sawit. Di dalam rencana pemerintah Malaysia 2010 itu, tidak ada lagi pembukaan lahan baru di kawasan Semenanjung Malaysia. Begitu juga peremajaan. Artinya penanaman itu distop di Semenanjung Malaysia. Mereka fokus hanya di Sabah dan Sarawak. dan mereka punya ketentuan, lahan yang bekas sawit itu digunakan untuk apa,” kata Wiko saat ditemui di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Rabu (9/10).

Peneliti sawit dari Yayasan Auriga Nusantara, Wiko Saputra menambahkan, jika pemerintah bisa melakukan perencanaan secara matang atas lahan hutan sawit yang telah digunakan atau tidak produktif lagi, maka dapat dimanfaatkan untuk kawasan fasilitas sosial dan umum (Fasos dan Fasum). 

Lahan bekas sawit yang terlanjur tidak produktif, tukas Wiko, bisa dimanfaatkan menjadi lokasi untuk industri telematika, pusat perkantoran dan pemerintahan, serta kawasan ekonomi eksklusif.

Editor: Fadli Gaper

  • moratorium sawit
  • sawit Malaysia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!