OPINI

Ujian Integritas KPK

Ilustrasi skandal buku merah

Sejumlah media, termasuk KBR, berkolaborasi menelusuri dugaan perusakan barang bukti di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) . Kasus perusakan itu kemudian disebut sebagai skandal perusakan Buku Merah.

Kolaborasi IndonesiaLeaks menemukan keterlibatan dua orang penyidik KPK yang berasal dari institusi Polri, yaitu Roland dan Harun. Dua orang penegak hukum itu merobek barang bukti karena diduga menyebut nama bekas Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian  dalam pusaran aliran dana miliaran rupiah dari pengusaha impor daging Basuki Hariman.

Perusakan barang bukti itu kemudian menyebabkan dua penyidik itu didepak KPK dan dikembalikan ke institusi Polri.

Praktik perusakan barang bukti merupakan tindak kriminal. Apalagi jika dilakukan oleh penegak hukum. Mestinya mereka dijatuhi hukuman lebih berat.

Seorang pengacara Fredrich Yunadi dihukum tujuh tahun karena menghalang-halangi KPK ketika mengusut dugaan korupsi e-KTP dengan tersangka Setya Novanto. Pengacara lain, Lucas, ditetapkan sebagai tersangka karena menghalang-halangi KPK mengusut kasus suap yang melibatkan bekas petinggi Grup Lippo.

Apakah KPK berani menetapkan dua bekas penyidik KPK itu sebagai tersangka? Apakah KPK berani mengusut dugaan aliran dana kepada Petinggi Polisi itu?

KPK selama ini menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan transparansi. Biarpun langit runtuh, hukum harus tegak. Namun, dalam perkara skandal buku merah, pimpinan KPK terkesan diam. Lebih dari setahun kasus itu terjadi, tak ada penindakan hukum terhadap ekspenyidik itu. Yang ada hanya sanksi etik.

Ada apa dengan integritas dan  transparansi KPK? Sejumlah bekas pimpinan KPK mempertanyakan sikap pimpinan saat ini yang terkesan menutup-nutupi skandal tersebut. Reputasi KPK kini dipertaruhkan.

Skandal Buku Merah merupakan ujian integritas dan keberanian pimpinan KPK. Berani, atau penakut?

 

  • KPK
  • Polri
  • Skandal Buku Merah
  • Tito Karnavian

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Joyo5 years ago

    Dibutuhkan sikap ksatria. Kalo memang kejadian itu benar. Seperti halnya sikap mantan sekjen Golkar. Beliau gentelmen mundur. Insya Allah lebih baik berkata jujur walau itu pahit.