BERITA

Petunjuk Jatuhnya Lion JT 610 Bisa Digali dari Log Book Pesawat

Petunjuk Jatuhnya Lion JT 610 Bisa Digali dari Log Book Pesawat
Petugas Basarnas mendata kapal yang membantu proses evakuasi pasca-kecelakaan Lion Air JT 610 di posko Basarnas, Terminal JICT 2, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (29/10/2018). (Foto: ANTARA/ Indrianto E)

KBR, Banten - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan kelaikan pesawat pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang. Kata dia, pesawat itu baru dioperasikan pada Agustus 2018. Namun pesawat jenis Boeing 737-800 Max tersebut menurut Budi memiliki jam terbang yang masih tergolong rendah yakni 800 jam.

"Berkaitan dengan upaya pencarian dan dan upaya mendapatkan klarifikasi sebab-sebab kecelakaan, Basarnas dan KNKT sudah melakukan. Kepala KNKT bersama Basarnas sudah berkeliling di sekitar lokasi kecelakaan," terang Menhub Budi Karya saat konferensi pers di halaman Posko Terpadu, Terminal 1B Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (29/10/2018).

Ia pun menyampaikan belasungkawa atas musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610. Tim gabungan Basarnas pun kini mengupayakan pencarian dan penyelamatan korban. Sementara petugas dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tengah menyelidiki sebab jatuhnya pesawat.

"Pukul 06.32 WIB terjadi kecelakaan udara, kami berkoordinasi dengan Basarnas dan KNKT. Baru saja Basarnas menyatakan, memang benar jatuh di perairan lepas Pulau Jawa di utara Karawang Bekasi. Oleh karenanya kami menyatakan bahwa pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkalpinang telah hilang kontak pukul 06.32 dan membawa 188 orang."

Pesawat Lion Air JT 610 lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 06.20 WIB untuk bertolak menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang. Tapi 13 menit berselang pesawat hilang kontak di tengah perjalanan. Ada 188 orang di dalam pesawat, termasuk penumpang dan awak kabin.

Juru Bicara Lembaga Penyelenggara Pelayanan Penerbangan AirNav Indonesia Yohanes Sirait mengungkapkan, sebelum hilang kontak, pilot sempat meminta untuk kembali ke bandara awal yakni Soekano-Hatta.

"Dia prosesnya normal yah dia take-of biasa lalu kemudian dia hanya terbang sekitar 13 menit pilot minta RTB lalu diberikan oleh kontroler, yah diberikan oleh kontroler tapi kemudian lost contact," kata Yohanes kepada KBR, Senin (29/10/2018).

Namun begitu, Yohanes enggan merinci sebab pilot meminta kembali ke bandara asal. Ia beralasan sesuai peraturan, informasi itu tak bisa diberikan kepada selain Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) selaku instansi yang berwenang menginvestigasi kecelakaan transportasi.

"untuk record kita di undang-undang kita memberikannya ke KNKT, karena itu materi investigasi mereka (KNKT)," ujar Yohanes.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/berita/10-2018/daftar_kecelakaan_pesawat_di_indonesia_satu_dekade_terakhir/97917.html">Daftar Kecelaaan Pesawat di Indonesia Satu Dekade Terakhir</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/lion_air_jt_610_jatuh_/97913.html">Lion Air JT610 Jatuh</a>&nbsp;</b><br>
    


Meski Masih Baru, Kendala Teknis Tetap Mungkin Terjadi

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengusulkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi untuk membuka buku riwayat perawatan pesawat atau log book Lion Air JT610. Bekas pilot yang kini menjadi komisioner Ombudsman itu menjelaskan, log book bisa mengungkap jawaban atas pertanyaan seberapa siap pesawat tersebut tinggal landas.

Pasalnya, beberapa menit setelah meluncur dari Bandara Soekarno-Hatta, pilot Lion Air tersebut sempat mengajukan return to base atau kembali ke bandara asal ke Pemandu Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller.

"RTB itu dilakukan ketika pilot mengalami masalah teknis dengan pesawat. Dia memperkirakan lebih baik ke bandara asal dari pada melanjutkan penerbangan. Kadang-kadang ada masalah hidrolik, tekanan udara di kabin, mungkin ada masalah instrumen penerbangan," kata Alvin kepada KBR, Senin (29/10/2018).

Menurut Alvin, kendati pesawat Lion Air JT-610 terbilang baru, bisa saja mengalami masalah teknis. Hal tersebut seharusnya tercatat dalam log book. Sebab, setiap pilot yang menyelesaikan penerbangan dengan pesawat, harus memberikan laporan mengenai masalah-masalah pesawat tersebut di dalam log book.

Pesawat JT610 hilang kontak 13 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta. Pesawat yang terjatuh di perairan Tanjung, Karawang, tadi pagi itu, sebelumnya digunakan untuk penerbangan Denpasar-Jakarta. Penerbangan dari Denpasar ke Jakarta itu berlangsung Minggu (28/10/2018) malam.

"Ini perlu dilihat ada masalah atau tidak. Bila ada masalah, sudah diatasi apa belum sehingga pesawat ini bisa terbang lagi," kata dia.

Kendala penerbangan bukan hanya berasal dari internal. Alvin mengungkapkan, ada juga faktor eksternal yang bisa mengganggu penerbangan. Di antaranya, faktor cuaca. Namun menurut Alvin, cuaca saat pesawat JT610 itu tinggal landas dari Soekarno Hatta masih terbilang normal. Meski sedikit berawan, mendung, sedikit hujan, kondisinya tidak berbahaya.

"Kalau masuk kategori bahaya pasti AirNav juga tidak akan mengizinkan pesawat ini tinggal landas," kata Alvin.

Selain aspek cuaca, kendala eksternal bisa terjadi bila pesawat menabrak burung. Sebab, hal tersebut mungkin mengakibatkan mesin mati atau memecahkan kaca pesawat.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/jokowi__upaya_terbaik_pemerintah_untuk_lion_air_jt_610/97919.html">Jokowi: Pemerintah Upayakan yang Terbaik untuk Penyelamatan dan Pencarian Korban</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/keluarga_penumpang_lion_jt_610_mulai_berdatangan_ke_crisis_center/97910.html">Keluarga Mulai Berdatangan ke Crisis Center</a>&nbsp;</b><br>
    



Editor: Nurika Manan

  • jatuhnya Lion JT610
  • JT610
  • Lion Air JT-610
  • kecelakaan pesawat
  • Budi Karya Sumadi
  • Menteri Perhubungan Budi Karya

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!