HEADLINE

Prajurit Pukul Wartawan, Panglima TNI Minta Maaf

""Saya mohon maaf masih ada prajurit-prajurit saya yang berbuat menyakiti dan membuat rakyat tercederai. ""

Prajurit  Pukul Wartawan, Panglima TNI Minta Maaf
Demo wartawan Banyumas, jateng menolak kekerasan TNI. (Foto: KBR/Muhamad Ridlo).


KBR, Jakarta- Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Gatot Nurmantyo meminta maaf atas tindak kekerasan yang dilakukan anggotanya terhadap jurnalis televisi di Madiun. Kata dia, saat ini jurnalis yang menjadi korban tengah dimintai keterangan di Detasemen Polisi Militer (Denpom) setempat. 

Panglima  mengklaim seluruh proses dilakukan sesuai prosedur.

"Saya mohon maaf masih ada prajurit-prajurit saya yang berbuat menyakiti dan membuat rakyat tercederai. Tetapi yakinlah, awasi,  pasti akan diproses secara hukum.  (Jurnalis tersebut dilarang mendapat pendampingan?) Tidak, dia kan sebagai saksi di Denpom. Dimintai untuk melihat, mana yang dipukulnya, untuk menguatkan. Kalau tanpa itu, kita kan tidak  bisa hukum, berarti begitu pergi, bapak bebas demi hukum karena tidak ada bukti-bukti dan saksinya," kata Gatot di kantor Panglima TNI, Jakarta Pusat, Selasa (4/10/2016).


Gatot Nurmantyo mengklaim, insiden kekerasan tersebut disebabkan kesalahpahaman. Kata dia, anggotanya tidak mengetahui bahwa korban merupakan jurnalis yang tengah meliput. Ini lantaran, korban tidak mengenakan kartu pers (ID Press). Menurut dia, saat itu, anggotanya tengah memisahkan dua kelompok masyarakat di Madiun yang sering terlibat perkelahian.


"Tidak menggunakan tanda-tanda seperti ini nih, press ID. Tidak tahu, kalau wartawan," ujar dia. 


Demo Wartawan

Sehari menjelang hari jadi TNI, Forum Lintas Jurnalis (FLJ) Banyumas Raya menggelar aksi solidaritas kekerasan yang dialami oleh jurnalis dan masyarakat secara umum yang dilakukan oleh TNI.

 

Koordinator Aksi, Aris Andrianto mengatakan jurnalis mengutuk terjadinya kasus kekerasan disaat peliputan yang sebenarnya berada di wilayah publik sipil, seperti yang menimpa jurnalis NET TV di Madiun. Dia menyatakan seharusnya tentara melindungi warganya bukan kemudian melakukan tindakan sewenang-wenang.

 

FLJ Banyumas Raya mendesak Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk memproses dan memberikan sanksi kepada anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

 

Selain itu, FLJ juga mendesak agar TNI tak lagi melakukan kekerasan terhadap masyarakat sipil. Antara lain yang terjadi di Kawasan Urut Sewu Kebumen dan sejumlah tempat lainnya.


"Kepada panglima TNI, ini juga harus menjadi perhatian serius untuk mendidik anak buahnya sampai ke jajaran yang paling bawah. Agar perilaku kekerasan ini, tidak hanya kepada tidak hanya jurnalis, tetapi juga masyarakat lainnya. Karena kita, tugasnya, jurnalis, bekerja sesuai dengan undang-undang dan dilindungi oleh undang-undang. Bahkan, kita pekerjaan kita itu memberi informasi kepada masyarakat. Sehingga ini harus menjadi perhatian bersama." Kata

Koordinator Aksi, Aris Andrianto, Selasa (04/10).

 

Aris mengungkapkan, kekerasan yang dialami Jurnalis NET TV, Soni Misdananto dilakukan anggota Batalion Infanteri Lintas Udara 501/Bajra Yudha Madiun. Peristiwa pemukulan dan perusakan alat kerja peliputan dilakukan saat Soni meliput kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anggota perguruan pencak silat Setia Hati (PSH) Terate dan warga Kecamatan Taman, Madiun.


 Kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi jelang perayaan HUT TNI ke-71 di Madiun tersebut menambah daftar panjangnya penganiayaan terhadap peliput. Sebelumnya menjelang HUT Republik Indonesia ke-71, beberapa jurnalis di Medan menjadi korban penganiayaan TNI di daerah Polonia. Akibat peristiwa tersebut, dua jurnalis mengalami luka-luka akibat penganiayaan.


Editor: Rony Sitanggang

  • kekerasan terhadap jurnalis
  • Koordinator Aksi
  • Aris Andrianto
  • Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!