HEADLINE

Polri: Kasus Pembunuhan Munir Bukan Lagi Domain Kami

Polri: Kasus Pembunuhan Munir Bukan Lagi Domain Kami

KBR, Jakarta - Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) meminta tidak dikaitkan lagi dengan perkara pembunuhan aktivis HAM Munir Sahid Thalib.

Juru bicara Mabes Polri Setyo Wasisto mengatakan kasus Munir sudah diputus sejak 2007. Saat itu, kata Setyo, pengadilan sudah memvonis bebas bekas Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono. Vonis bebas Muchdi sejatinya keluar 31 Desember 2018.

"Itu mesti dicek lagi, saya nggak tahu datanya. Kan itu dulu Pak Muchdi PR sudah diputus di pengadilan," kata Setyo Wasisto saat ditanya KBR, Selasa (12/9/2017).

Polri sempat menetapkan Muchdi PR sebagai tersangka pembunuhan Munir pada 19 Juni 2008. Tim Polri dipimpin Kabareskrim Polri Bambang Hendarso Danuri dikabarkan menjemput paksa bekas Danjen Kopassus itu dari sebuah apartemen di Jakarta.

Baca juga:

Selama penyelidikan dua bulan, Polri menyerahkan berkas Muchdi PR ke Kejaksaan Agung pada 11 Agustus 2008. Namun, empat bulan kemudian, pada 31 Desember 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas Muchdi Pr.

"Kasus yang ditangani Polri kan Pak Muchdi PR. Itu sudah diputuskan di pengadilan. Kalau hasil TPF, ya bukan domain Polri. Yang domain Polri itu sudah di pengadilan, sudah diputus bebas," lanjut Setyo.

Setyo menambahkan mengenai peran bekas Kepala BIN AM Hendropriyono yang berkali-kali tidak mau dimintai keterangan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, juga bukan lagi domain kepolisian.

Usai putusan kasus Munir, nama Hendropriyono disebut-sebut memiliki keterlibatan dalam tewasnya aktivis HAM Munir. Namun Hendro tidak bersedia dimintai keterangan oleh TPF di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • Munir
  • TPF Munir
  • Munir Said Thalib
  • pembunuhan Munir
  • muchdi pr
  • Muchdi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!