HEADLINE

Petani Garam Masak di Sumba Timur Keluhkan Rendahnya Harga

"Petani keluhkan tingginya harga kayu bakar untuk memasak garam"

Heinrich Dengi

Petani Garam Masak di Sumba Timur Keluhkan Rendahnya Harga
Petani garam masak di Sumba Timur (Foto: KBR/Heinrich D.)

KBR, Waingapu - Petani garam tradisonal di Sumba Timur Nusa Tenggara Timur NTT  mengeluhkan pendapatan yang minim dari hasil memasak garam. Petani garam di Kampung Kahandolu, Kelurahan Watumbaka, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur NTT  Markus Ruha mengatakan untungnya tipis.

“Ya susah juga karena kayu saja. Kayu yang mahal sekarang. Satu ret truk kayu harga Rp 650ribu, terima di tempat. Dipakai hanya 2 minggu, karena kita masak siang malam, dan bisa dapat 15 karung garam ( red. 50 kg/karung),” kata markus,  petani garam masak di Watumbaka Sumba Timur  kepada KBR, Kamis (17/09/2015).


Markus Ruha menambahkan,   semua garam yang dimasak di Kampung Kahandolu Watumbaka sudah ada kesepakatan antara petani garam setempat untuk melakukan  Iodinisasi garam  sebelum dipasarkan. Kata Markus Ruha, dalam sebulan dirinya dan pemasak garam lainnya hanya bisa memasak garam saat pasang besar datang selama 2 minggu. Setelah itu terpaksa menganggur dan menunggu pasang besar berikutnya. Harga garam saat musim panas seperti sekarang ini  sekira Rp 80ribu per karung 50 Kg, dan pembeli dari pasar mengambil sendiri garam di tempat masak garam.


Tambah Markus Ruha akhir-akhir ini untuk memasak garam dirinya makin kesulitan untuk mendapat kayu bakar selain itu harga kayu bakar setiap tahun naik sedangkan harga cenderung tetap. Bahkan kalau banyak orang yang masak garam seperti di musim kering ini harga garam bisa jatuh.

Editor: Rony Sitanggang







 

  • petani
  • garam masak
  • waingapu
  • petani garam masak di Watumbaka Sumba Timur Markus Ruha

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!