HEADLINE

Muhammadiyah: Pemerintah Tak Akan Minta Maaf Kepada Korban Pelanggaran HAM 65/66

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti (Foto:KBR/Aisyah K.)

KBR, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah hari ini menemui Presiden Joko Widodo. Selain melaporkan kepengurusan baru, PP Muhammadiyah juga ingin mengklarifikasi isu hangat yang tengah berkembang mengenai peristiwa 65 kepada Jokowi.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, ia sempat menanyakan kepada presiden apa benar pemerintah akan meminta maaf kepada korban dan keluarga korban peristwa 65/66. Namun, kata Mu'ti, Jokowi menjawab dengan tegas bahwa pemerintah tidak akan membuat permintaan maaf untuk tragedi yang kerap disebut G30S PKI itu.


"Tidak ada penjelasannya (mengapa pemerintah tidak mau). Tapi saya kira beliau punya prisnsip pada hal yang berkaitan dengan G30S ini, Muhammadiyah, NU dan ormas Islam yang lain berada dalam posisi yang mendukung sikap pemerintah itu, termasuk sikap TNI. Sehingga beliau (Jokowi) mengatakan, kalau kami ?meminta maaf kepada korban G30S, kami ini akan berhadapan Muhammadiyah, dengan NU dan dengan TNI. Itu yang beliau sampaikan," kata Mu'ti selepas bertemu Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (22/9/2015).


Sekretaris Muhammadiyah Abdul Mu'ti menambahkan, pihaknya mengklarifikasi hal ini kepada presiden karena isu itu tengah berseliweran santer di kalangannya.


Sebelumnya sempat terdengar isu bahwa pemerintah akan memuat permintaan maaf secara resmi kepada korban pelanggaran HAM 1965. Isu yang berkembang menyebut permintaan maaf itu akan dibacakan dalam Pidato Kenegaraan Presiden pada 16 Agustus 2015. Namun ternyata pada Pidato Kenegaraan lalu, Jokowi tidak menyatakan hal tersebut.?


Editor: Rony Sitanggang

  • Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti
  • nu
  • Muhammadiyah
  • tni
  • korban pelanggaran ham 65/66
  • minta maaf

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!