HEADLINE

Jimly: Putusan MK Nambah Kerjaan Presiden, Nambah Ribet

" Selain itu, putusan ini menambah pekerjaan presiden karena harus mengurusi administrasi pemberian izin pemeriksaan anggota dewan. "

Ninik Yuniati

Jimly: Putusan MK Nambah Kerjaan Presiden, Nambah Ribet
Bekas Ketua MK Jimly Asshiddiqie. (Foto: dkpp.go.id)

KBR, Jakarta - Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai putusan MK tentang UU MD3 memperumit birokrasi.


Selain itu, putusan ini menambah pekerjaan presiden karena harus mengurusi administrasi pemberian izin pemeriksaan anggota dewan.


Jimly mengatakan seharusnya yang dibenahi adalah sektor penegakan hukum.


"Jangan sembarangan menggunakan kekuasaan untuk menjadikan orang tersangka, untuk memeriksa orang sak maunya, itu yang harus diperbaiki. Tapi kalau menambah birokrasi begini, saya punya pikiran secara pribadi, ini tambah ribet. Ini kan hanya administrasi saja, cuma menambah ribet prosesnya. Orang presiden sudah sibuk sekali," kata Jimly seusai menghadiri pemakaman Adnan Buyung Nasution, di TPU Tanah Kusir, (24/9).


Perkumpulan Masyarakat Pembaruan Peradilan Pidana menggugat pasal Undang Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pasal yang digugat adalah tentang pemeriksaan dan pemanggilan anggota dewan oleh penegak hukum harus melalui izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).


Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan sebagian gugatan itu. MK memutuskan mencabut pasal pemeriksaan harus dengan izin MKD. Namun, MK menyatakan pemanggilan anggota dewan, harus mendapat izin presiden.


Untuk anggota DPRD yang tersangkut pidana pemeriksaan harus dengan izin Kementerian Dalam Negeri. Lainnya, untuk tingkat DPRD kabupaten/kota harus mendapat izin dari gubernur.


Editor: Agus Luqman 

  • mahkamah konstitusi
  • MK
  • tugas presiden
  • izin presiden
  • pemeriksaan anggota dewan
  • pemeriksaan anggota DPRD
  • pemeriksaan anggota DPR

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!