HEADLINE

Api di Bukit Lambosir

Ilustrasi. Kebakaran di Gunung Ciremai. (Foto: dishut.jabarprov.go.id)
Ilustrasi. Kebakaran di Gunung Ciremai. (Foto: dishut.jabarprov.go.id)

SEORANG pemetik kecapi duduk bersila di bebatuan. Lalu terdengar alunan lagu Sunda lama. Dentingnya memantul ke dinding timur Gunung Ciremai, Jawa Barat, yang pagi itu terlihat cerah.  

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, begitu menikmati alunan kecapi itu.


Di Bukit Lambosir, Kabupaten Kuningan, Sabtu (12/9) lalu, ia mengajak beberapa pejabat kementerian dan wartawan, melihat taman nasional yang  dianggap berhasil mengelola ancaman kebakaran.


"Waktu kebakaran Ciremai di ketinggian 2.600 mdpl, dapat kami atasi bersama masyarakat. Setelah lima hari api padam.  Masyarakat yang memetik manfaat hutan ikut terlibat memadamkan api," tutur Siti Nurbaya.  


Api di ketinggian seperti itu, tak mudah dijangkau helikopter penyemprot, tanpa membahayakan heli itu sendiri. Tak ada jalan lain. Api harus dikepung tenaga manusia, yang berjibaku memadamkannya.


Menyadari pentingnya peran petani sekitar hutan, Menteri Siti Nurbaya berencana memberi subsidi kepada mereka yang membuka lahan tanpa membakar.  


Bila dihitung-hitung, biaya membuka lahan tanpa membakar mencapai Rp2,8 sampai 5 juta per hektar.  Cukup berat untuk ukuran kantong petani.  Karenanya, Siti Nurbaya akan mengusulkan di rapat kabinet supaya petani yang merawat lingkungan  itu diberi subsidi.  


"Bentuknya bisa pinjaman tanpa bunga," kata Siti. Anggaran subsidi bisa menggunakan dana dikumpulkan dari perusahaan sawit.


Alunan kecapi dan cerita warga yang bahu-membahu mengatasi api membuncahkan optimisme.  


Siti pun menulis pesan di Prasasti Lambosir itu dengan penuh harapan. “...Suatu bentang alam memiliki ruh yang disebut archeological landscape……  Mensejahterakan masyarakat dengan kombinasi alam dan budaya." Begitu tulisannya.  


Usai penandatangan prasasti, sesi foto-foto berlatar Puncak Ciremai dihiasi banyak senyum.  Wajah-wajah bahagia.


Tapi tunggu dulu.  


Suara derak gemeretak muncul dari lembah. Mula-mula samar. Kian lama makin keras. Rasanya dekat sekali ke telinga.  Bunyi ilalang terbakar menjalar cepat. Asap membubung. Tercium bau asap.


Kebakaran lahan itu persis terjadi di depan rombongan Siti Nurbaya.  


Pasukan Manggala Agni segera meluncur ke sumber api.  Di sana mereka berjibaku menjinakkan api. Tapi tak mudah di tengah angin kencang.  Tiap kali api padam di satu sektor, lidah api muncul lagi di tempat lain.  


Dari ketinggian 800 mdpl di Bukit Lambosir, rombongan Menteri Siti Nurbaya dengan jelas melihat api bergerak gesit berpindah-pindah.


Mencoba mengikuti jadwal acara, Siti Nurbaya lantas membuka dialog di pondokan Bukit Lambosir. Ia lantas memberi kesempatan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Tachrir Fatoni bercerita tentang perkembangan taman nasional.  


Indonesia punya 51 taman nasional. Salah satunya Gunung Ciremai dengan luas 15.500 hektar. Taman Nasional Gunung Ciremai diresmikan pada 2004. Wilayahnya  tersebar di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Di taman nasional ini terdapat puncak tertinggi Jawa Barat, yang menjulang 3.078 mdpl.


"Di Blok Lambosir ini masih ditemukan macan tutul, tapi hanya jantan," cerita Fatoni. Ia lantas membeber rencananya memindahkan macan betina dari Majalengka ke Lambosir, supaya terjadi pembiakan.  Fatoni menyebutkan data populasi macan tutul (Pantera pardus) di Jawa tinggal sekitar 500 ekor. Butuh perluasan habitat untuk mendukung perkembangan populasi macan tutul.


Berikutnya giliran Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Nur Masripatin memberi paparan.


Tetapi Menteri Siti terlihat mulai gelisah. Pikirannya terbang ke tempat lain. "Saya tidak tenang memikirkan api di bawah," katanya.


Ia lantas menyudahi diskusi.  Dari pondokan, pandangannya mengarah ke bawah, memandangi api yang gesit meloncat-loncat melebar. Padam di sini, nyala di sana.  


Pasukan Manggala Agni telah bekerja maksimal. Tapi asap tetap membubung.  


"Coba, gimana matiin api kalau angin kencang begini?" gumam Siti sambil memandangi api dari kejauhan.  


Tiap asapnya terlihat pekat karena sudah bercampur air, ada harapan sektor itu mati. Tapi tiba-tiba api bergerak, dan muncul lagi secara tak terduga. Ilalang kering, musim kemarau, membuat api begitu bebas menyala.


"Kita samperin saja. Pingin tahu apa sih maunya," kata Siti.


Maka rombongan bergegas. Sekitar tujuh mobil beriringan menuruni Bukit Lambosir. Jalanan sempit. Tak semua mobil bisa ikut turun ke sasaran.  


Saya menumpang mobil Dirjen KSDAE. Di mobil itu ada juga Kepala Biro Humas dan Kepala Biro Umum.  Mobil menteri sudah melaju di depan, dikawal mobil polisi hutan.  


Tibalah kami  di bangunan kayu milik PT Geger Halang. Ini perusahaan pengelola kebun cengkeh seluas 300 ha, yang sebagian wilayahnya sedang dilahap api.  


Sumarto, Kepala Biro Umum Departemen LH dan Kehutanan, mendahului turun mengetuk pintu. Ia beruluk salam. Tapi tak ada sahutan. Kosong. Sementara Menteri Siti Nurbaya menghampiri tumpukan cengkeh hasil panen.


"Ini baru dipanen. Mestinya ada orang, kan ada kegiatannya," katanya.


Wilayah perkebunan cengkeh itu memang berada di luar taman nasional. Tapi berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Ciremai. Kalau kebakaran melebar ke taman nasional, akan sulit dipadamkan.  


"Selasa nanti saya panggil deh pemilik perusahaan ini. Ini memang domainnya Dirjen Perkebunan, tapi kami ada kerjasama. Jadi saya mau periksa izinnya," tutur menteri.  


Dirjen Perkebunan berada di bawah Menteri Pertanian, bukan wilayah Menteri Siti. Karena itu ia perlu koordinasi lintas departemen untuk menangani kebakaran di kebun cengkeh ini.


Api di Bukit Lambosir itu, tidak seberapa luas. Tidak ada apa-apanya dibanding kebakaran yang sekarang merundung enam propinsi: Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.  


Di enam provinsi itu, menurut Greenpeace yang mengutip sumber NASA, titik api tahun 2015 mencapai 8.540. Jumlah tertinggi dalam lima tahun terakhir.


Kalau di sepetak Bukit Lambosir saja api bisa tak terkendali--–bahkan muncul di depan hidung menteri---bagaimana kita yakin pemerintah dapat mengendalikan api di wilayah luas yang sedang berkabut asap?


Pekan lalu, ketika asap di Pekanbaru menunjukkan tanda bahaya, saya kirim foto indikator asap itu ke Menteri Siti.  Ia kebetulan sedang dalam perjalanan dinas di Norwegia. Tapi menteri gesit menjawab. Dengan data pula.  


Menurut Menteri Siti, 20 pesawat telah dikerahkan di propinsi-propinsi berasap, untuk melakukan water bombing. Pengeboman air dari udara.


Segera setelah itu,  Kementerian LHK berinisiaitf menjadi tuan rumah pembentukan Satgas Nasional untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Penglima TNI, Kapolri dan Menteri ESDM hadir dalam rapat koordinasi, yang kemudian membuahkan Satgas. Bambang Hendroyono, Sekjen Kementerian LHK, ditunjuk menjadi ketua Satgas.


"Ada tiga tugas Satgas," kata Bambang Hendroyono. Pertama, memadamkan kebakaran di hutan dan lahan. Kedua, menegakkan hukum. Ketiga, mengatasi dampak kebakaran dalam hal kesehatan.


Laporan Satgas menunjukkan titik api terus berkurang. Mereka juga mengumumkan sejumlah perusahaan telah diselidiki sebagai pelaku pembakaran. Di Riau ada lima perusahaan, di Jambi ada dua dan di Kalimantan Tengah tiga perusahaan.


Titik api berkurang, tetapi muncul laporan lain yang tak kalah banyak. Penerbangan dari dan ke Palangkaraya lumpuh.  Ribuan orang terserang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Sekolah masih diliburkan. Dan, nada putus-asa sering terdengar dari daerah yang dikurung asap.


Bambang Hendroyono, Ketua Satgas Nasional, juga mendampingi Menteri Siti ketika api melalap kebun di batas taman nasional itu.


Dan, api di Bukit Lambosir itu belum selesai dipadamkan, ketika kami tinggalkan bukit kecil di kaki Ciremai.

  • kebakaran hutan dan lahan
  • Karhutla
  • Gunung Ciremai
  • TN Gunung Ciremai
  • siti nurbaya
  • Satgas Nasional Kebakaran Hutan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!