HEADLINE

Inilah Peran Empat Tersangka Baru Korupsi KTP Elektronik

Inilah Peran Empat Tersangka Baru Korupsi KTP Elektronik

KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan peran masing-masing empat tersangka baru kasus korupsi pengadaan proyek KTP elektronik. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan peran tersangka, dimulai dari anggota DPR Miriam S Hariyani (MSH). 

Kata Saut, pada Mei 2011, setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Kementerian Dalam Negeri, Miriam meminta uang sejumlah US$ 100.000 kepada Dirjen Dukcapil Irman. Alasannya, untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke sejumlah daerah. 

Permintaan itu disanggupi Irman. Penyerahan uang dilakukan di sebuah SPBU di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan melalui orang suruhan Miriam.

Tak berhenti sampai disitu, tersangka Miriam juga meminta uang dengan kode “Uang Jajan” kepada Irman yang menangani proyek pengadaan KTP elektronik. Uang itu diminta oleh Miriam atas nama rekan-rekannya sesama anggota dewan di Komisi II DPR yang akan melaksanakan reses.

"Sepanjang tahun 2011-2012, Miriam diduga juga menerima uang beberapa kali dari Irman dan Sugiharto (Direktur Pengelolaan Informasi, Administrasi, Kependudukan Kemendagri-red). Sebagaimana telah muncul dalam fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya US$ 1,2 juta terkait proyek KTP elektronik ini," tuding Saut di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, (13/8/2019).

Peran Isnu Edhi Wijaya

Adapun peran tersangka yang merupakan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya (ISE), papar Saut, pada Februari 2011, setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang KTP elektronik, pihak swasta Andi Agustinus dan tersangka Isnu menemui Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek KTP elektronik. 

Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen berupa imbalan uang kepada anggota DPR. Kemudian Isnu, tersangka Paulus Tannos, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI. Pemimpin Konsorsium disepakati berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PNRI, agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang Pekerjaan Penerapan KTP elektronik. 

Pada pertemuan selanjutnya, pihak swasta Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di Konsorsium PNRI. Kemudian, Andi Agustinus, Paulus dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan Konsorsium PNRI maka ada komitmen berupa imbalan uang untuk DPR RI, Kemendagri, dan pihak lain.

Tersangka Isnu juga sempat menemui tersangka Ketua Tim Teknis BPPT, Husni Fahmi untuk konsultasi masalah teknologi, dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik KTP elektronik pada 2009. Tersangka Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp 5,8 triliun. 

Pada 30 Juni 2011, Konsorsium PNRI selaku   yang dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional (KTP Elektronik) tahun anggaran 2011-2012.

Sebagaimana telah muncul dalam fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp 137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp 107,71 miliar terkait proyek KTP elektronik itu.

Peran Husni Fahmi

Saut juga menuturkan peran Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik yang juga PNS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Husni Fahmi (HSF).

Sebelum proyek KTP elektronik dimulai pada 2011, tersangka Husni diduga telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan sejumlah vendor. Padahal Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.

Pada Mei-Juni 2010, Husni ikut srta dalam pertemuan di Hotel Sultan, Jakarta bersama Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus. Dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pembahasan tentang proyek KTP elektronik yang anggaran dan tempatnya akan disediakan oleh Andi Agustinus. 

Dalam pertemuan itu juga, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dan seterusnya dengan tujuan penggelembungan dana (mark up)

Setelah itu, Husni sering melapor kepada Sugiharto. Dalam kasus ini, Husni diberi tugas berhubungan dengan vendor guna mengurusi hal teknis proyek KTP elektronik, dan pernah diminta pula oleh Irman untuk mengawal konsorsium, yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera. Husni FAhmi ditugaskan untuk membenahi administrasi supaya dipastikan lulus. 

Selanjutnya tersangka Husni diduga tetap meluluskan tiga konsorsium, meskipun ketiganya tidak memenuhi syarat wajib yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS). Fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, tersangka Husni diduga diperkaya US$ 20 ribu dan Rp 10 juta.

Peran Paulus Tannos

Terakhir, Saut menjabarkan peran tersangka Paulus Tannos (PLS) selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. Sebelum proyek KTP elektronik dimulai pada 2011, tersangka Paulus diduga telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan sejumlah vendor termasuk dengan tersangka Husni dan Isnu di sebuah rumah toko (Ruko) di kawasan Jalan Raya Fatmawati, Jakarta Selatan. Padahal Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang. 

Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung kurang lebih selama sepuluh bulan dan menghasilkan beberapa output diantaranya adalah Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang pada 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.

Selanjutnya, tersangka PLS juga diduga bertemu dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati commitment fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat pada Kemendagri. 

Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar dalam pat-pat gulipat korupsi proyek KTP elektronik itu.

Editor: Fadli Gaper 

  • KTP elektronik
  • tersangka baru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!