HEADLINE
Bubarkan Acara IPT 65, Polisi Beralasan Terkait Komunisme dan PKI
""Untuk mencegah konflik, maka polisi mengambil langkah pencegahan. Bukan hanya soal pembahasannya, tapi kemudian isu sensitif yang kemudian jadi konflik juga harus dicegah,""
KBR, Jakarta- Kepolisian Jakarta Timur berdalih alasan keamanan saat membubarkan lokakarya International People's Tribunal (IPT) 65 pada Selasa (1/8). Kapolres Jakarta Timur Andry Wibowo menuding pertemuan itu terkait dengan komunisme dan PKI.
Menurut dia, polisi hanya mencegah terjadinya konflik di masyarakat.
"Di masyarakat kita masih banyak yang memiliki persepsi berbeda tentang peristiwa itu. Untuk mencegah konflik, maka polisi mengambil langkah pencegahan. Bukan hanya soal pembahasannya, tapi kemudian isu sensitif yang kemudian jadi konflik juga harus dicegah," ujar Andry kepada KBR, Rabu(2/8).
Andry mengatakan kegiatan yang berpotensi menimbulkan konflik harus diberitahukan kepada polisi. Ia mencontohkan kegiatan terkait komunisme, PKI, HTI, dan radikalisme. Polisi akan menilai apakah kegiatan boleh dilanjutkan atau tidak. Meski begitu, Andry membantah jika polisi telah mendiskriminasi atau melanggar kebebasan berkumpul.
"Itu isu yang bisa jadi liar yang akan jadi persoalan di tengah-tengah kerukunan masyarakat."
Sebelumnya lokakarya yang digelar IPT 65 bersama para korban dan aktivis hak asasi manusia disatroni oleh aparat kepolisian dan TNI. Aparat datang bersama 10 orang berpakaian 'preman’ menekan dan memaksa pengelola tempat lokakarya di Klender Jakarta Timur untuk menghentikan kegiatan dengan alasan tidak ada izin.
Panitia menuding aparat juga mengintimidasi peserta yang datang dari Jakarta maupun luar kota. Panitia menilai aparat menginjak-injak hak kebebasan berkumpul/berpendapat yang dilindungi konstitusi.
Editor: Rony Sitanggang
- Kapolres Jakarta Timur Andry Wibowo
- IPT 1965
- pembubaran diskusi
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!