BERITA

Epidemiolog : Sulit Mencapai Target Vaksinasi Jika Kasus Naik

Epidemiolog : Sulit Mencapai Target Vaksinasi Jika Kasus Naik

KBR, Jakarta- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai penurunan jumlah vaksinasi di Indonesia sangat wajar terjadi.

Alasannya kata dia, lonjakan pasien Covid-19 dalam beberapa minggu terakhir menyebabkan banyak fasilitas kesehatan yang kolaps, sehingga jumlah tenaga kesehatan yang melakukan vaksinasi menjadi terbatas.

"Tentu dalam situasi krisis seperti ini di mana tenaga kesehatan kita banyak yang sakit, banyak yang juga kelelahan, termasuk fokus di melayani pasien, tentu akan sangat wajar kalau vaksinasi ini akan menurun. Jadi artinya peningkatan vaksinasi dalam situasi saat ini memang tidak terlalu bisa kita harapkan. Jadi setidaknya menjaga konsistensi capaian di satu juta saja sudah prestasi, sudah bagus banget," kata Dicky kepada KBR, Selasa (20/7/2021).

Dicky menambahkan untuk mengatasi hal ini perlu ada penyegaran untuk menggantikan tenaga-tenaga vaksinator yang selama ini melakukan vaksinasi. Kata dia, tenaga ini bisa disiapkan dari lulusan-lulusan kedokteran dan keperawatan, atau bekerja sama dengan sekolah-sekolah kebidanan.

Menurutnya, program vaksinasi Indonesia seharusnya juga bisa merata, tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Selain itu, pemerintah perlu terus melakukan sosialisasi dan literasi kepada masyarakat agar dapat mengurangi resistensi masyarakat terhadap program vaksinasi Covid-19.

Per Selasa (20/7), capaian vaksinasi penduduk di Indonesia baru mencapai 20,33 persen atau 42,344,675 orang untuk dosis pertama. Sedangkan yang sudah mendapat dosis lengkap sebanyak 16,451,288 orang atau 7,90 persen.

36 Persen Masyarakat Tak Mau Divaksin

Sebagian masyarakat Indonesia masih enggan untuk divaksin Covid-19. Hal itu diketahui dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang dipaparkan Minggu, 18 Juli 2021.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan dari 1.200 responden yang disurvei, 82,6 persen di antaranya mengaku belum mendapat suntikan vaksin Covid-19. Dari angka itu, 36,4 persen di antaranya menolak untuk divaksin.

"Dari yang 80 persen ini, masih banyak yang tidak bersedia untuk divaksin. Masih 36 persenan. Jadi hampir 40 persen dari 80 persen itu yang menyatakan tidak bersedia untuk divaksin, dari masyarakat yang belum divaksin. Ini juga tantangan saya kira, bagi program vaksinasi di pemerintah. Alasan kalau mereka tidak bersedia, pertama takut efek samping vaksin. Ini yang paling banyak," ujar Djayadi dalam konferensi pers daring, Minggu (19/7/2021).

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan menambahkan, alasan lain masyarakat menolak divaksin yakni lantaran vaksin dinilai tidak efektif. Ada pula masyarakat yang menganggap tidak butuh vaksin karena kondisi sudah sehat. Alasan lain, masyarakat masih meragukan kehalalan vaksin dan takut jika disuruh membayar.

"Ada yang meragukan kehalalannya, dan takut akan membayar kalau memperoleh vaksin itu," ujarnya.

Dalam survei itu, mayoritas masyarakat yakni 90,3 persen, mengetahui bahwa pemerintah sudah memulai program vaksinasi. Survei ini dilakukan dengan metode wawancara melalui telepon pada 20-25 Juni 2021. Survei melibatkan ribuan responden yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.

Editor: Sindu

  • Vaksinasi Covid-19
  • COVID-19
  • Satgas Covid-19
  • Kemenkes
  • PPKM
  • Epidemiolog
  • LSI
  • Survei soal vaksin

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!