HEADLINE

Eks Gubernur Ratu Atut Chosiyah Ikhlas Dihukum 5,5 Tahun Penjara

Eks Gubernur Ratu Atut Chosiyah Ikhlas Dihukum 5,5 Tahun Penjara

KBR, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum bekas Gubernur Provinsi Banten Ratu Atut Chosiyah dengan hukuman lima tahun enam bulan.

Ketua Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Masud mengatakan Ratu Atut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan alat kesehatan menggunakan APBD 2012.


Pengadilan juga menghukum Atut Chosiyah untuk membayar denda Rp250 juta atau hukuman pengganti kurungan penjara selama tiga bulan.


"Menyatakan saudara Ratu Atut Chosiyah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan secara berlanjut. Menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun dan enam bulan serta denda sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan penjara," kata Masud saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7/2017).


Putusan majelis hakim itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yang menuntut hukuman selama delapan tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan penjara.


Baca juga:


Memperkaya diri sendiri


Ketua Majelis hakim Pengadilan Tipikor, Masud menyebut Ratu Atut terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp79,7 miliar dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten. Perbuatan itu dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.


Masud menyebut Ratu Atut tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi selama menjadi pejabat dan hal itu menjadi pertimbangan yang memberatkan hukuman.


Meski demikian, kata Masud, Ratu Atut dianggap bersikap sopan selama persidangan, dan mau mengakui perbuatan serta telah mengembalikan uang korupsi sebesar Rp3,8 miliar.


"Terdakwa ikut berperan memenangkan pihak-pihak tertentu untuk menjadi rekanan Dinas Kesehatan Provinsi Banten, bersama-sama dengan adik kandungnya, yakni Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan," kata Masud.


Menanggapi putusannya tersebut, Ratu Atut memastikan menerima dan tidak akan melakukan banding.


"Saya menerima putusan vonis yang disampaikan, Yang Mulia," kata Atut.


Baca juga:


Pertimbangan Jaksa


Namun, Jaksa Penuntut Umum KPK masih mempertimbangkan putusan hakim yang lebih ringan 2,5 tahun penjara dibandingkan tuntutan yang diajukan.


Sebelumnya, Jaksa KPK Budi Nugraha mengatakan Ratu Atut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit rujukan Dinas Kesehatan Banten dan penyusunan anggaran tahun 2012.


Karena itu, Jaksa KPK menuntut Atut membayar uang pengganti sebesar Rp3,8 miliar. Berdasarkan fakta di persidangan, kata Budi Nugraha, Atut terbukti menerima keuntungan berupa uang dan fasilitas sebesar Rp3,8 miliar.


Akibat perbuatannya, keuangan negara juga dirugikan sebesar Rp 79,7 miliar dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten tersebur.


Dalam dakwaan, Atut diduga melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2012, dan APBD Perubahan 2012.


Selain itu, Atut diduga melakukan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Rujukan Pemprov Banten. Atut dinilai memenangkan pihak-pihak tertentu untuk menjadi rekanan Dinas Kesehatan Provinsi Banten.


Hasil korupsi ini diduga tak hanya dinikmati Atut tapi juga sejumlah pejabat Dinas Kesehatan Banten dan beberapa orang dekatnya. Bekas Wakil Gubernur Banten Rano Karno juga disebut pernah menerima uang sebesar Rp11 miliar.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • ratu atut chosiyah
  • Atut Chosiyah
  • ratu atut
  • dinasti atut
  • pengadilan tipikor
  • korupsi berjamaah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!