HEADLINE

Eksekusi Mati Diam-diam Rugikan Terpidana

"Imparsial menyebut praktik mafia peradilan, kriminalisasi, korupsi, dan rekayasa kasus masih mewarnai proses penegakan hukum di Indonesia."

Wydia Angga

Eksekusi Mati Diam-diam Rugikan Terpidana
Konferensi Pers Imparsial


KBR, Jakarta - Sikap tertutup Kejaksaan Agung terkait rencana eksekusi mati gelombang III dinilai merugikan hak-hak para terpidana mati. Direktur Imparsial, Al Araf beralasan, masyarakat seharusnya masih dapat memberikan kritik dan mengawal proses eksekusi hukuman mati.

Sehingga, kata dia, penerapan hukuman mati yang rentan kesalahan dan diwarnai ketidakadilan (unfair trial) tidak terulang kembali.

"Ada janji komitmen dari kantor KSP bahwa akan dibentuk suatu tim untuk melakukan review terhadap kasus terpidana mati yang bernuansa unfair trial. Pada waktu itu kita bertemu Ifdal Kasim sebagai salah satu staf ahli, dan kita konfirmasi bahwa memang ada tim yang dipimpin Ifdal Kasim sendiri untuk mereview kasus unfair trial dalam terpidana mati. Jika ini memang ada dan kemarin kami konfirmasi memang ada, jadi kepala staf presiden akan membuat legal review kepada presiden kalau ada kasus yang berdimensi unfair trial maka kami berharap preaiden untuk memerintahkan tim review, atau pak Ifdal Kasim untuk segera mungkin memberi legal review terhadap kasus yang bernuansa unfair trial," papar Al Araf (24/7/2016).

Baca:

    <li><b><a href="http://kbr.id/headline/07-2016/terpidana_mati_narkoba_merry_utami_dipindah_ke_nusakambangan/83387.html">Terpidana Mati Narkoba Merry Utami Dipindah ke Nusakambangan</a></b></li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/05-2016/bj_habibie__saya_tidak_setuju_hukuman_mati_/81795.html">BJ Habibie: Saya Tidak Setuju Hukuman Mati!</a></b>  </li></ul>
    

    Al Araf menyebukan salah satu contoh dari proses penegakan hukum yang diduga penuh ketidakadilan (unfair trial) adalah kasus Zulfiqar Ali. Ia adalah warga negara Pakistan yang ditangkap tahun 2004 dengan tuduhan kepemilikan 300 gram heroin. Dia kemudian dijatuhi hukuman mati di bulan Juni tahun 2005. Saut Edward Rajagukguk, kuasa hukum Zulfiqar Ali memaparkan nuansa unfair trial pada kliennya.

    "Zulfiqar Ali bukan mafia narkoba, karena jika mafia narkoba itu dia terdaftar di sindikat narkoba internasional, ia punya pabrik dan mengedarkan narkoba dengan jumlah besar. Tapi Zulfiqar ini tidak. Hanya pengakuan saja. Pengakuan Gurdip Singh (seorang saksi-red) yang sudah dicabut. Saya bawa berkas bahwa keterangan tersebut sudah dicabut Gurdip Singh. Di sini Gurdip Singh telah mencabut keterangan tersebut," kata Saut (24/7/2016)


    Menurut Saut, Gurdip Singh yang juga dipidana mati karena kasus narkoba itu dijanjikan diringankan hukumannya jika menyebut Zulfiqar Ali sebagai pemilik heroin sebanyak 300 gram.


    Imparsial menilai proses hukum yang tidak adil diduga tidak hanya terjadi pada kasus Zulfiqar Ali saja, tetapi diduga juga terjadi pada kasus-kasus lain seperti Zainal Abidin yang sudah dieksekusi mati. Berkas permohonan Peninjauan Kembali (PK) Zainal Abidin terselip selama 10 tahun di Pengadilan Negeri Palembang sebelum sampai Mahkamah Agung pada 2015, tidak berapa lama sebelum dia dieksekusi.


    Karenanya, Imparsial mendesak Presiden Joko Widodo dan Jaksa Agung melakukan evaluasi dan kajian terhadap perkara kasus terpidana mati. Selain itu, kata Al Araf, Imparsial juga mendesak dilakukannya moratorium dan penghentian rencana eksekusi terpidana mati serta mendorong penghapusan penerapan hukuman mati secara menyeluruh di Indonesia, mengingat saat ini rancangan perubahan KUHP yang mengatur tentang pidana mati masih dalam proses pembahasan di DPR RI.


    April tahun lalu, delapan terpidana mati narkotika, termasuk tujuh orang asing, dieksekusi. Di bawah pemerintahan Jokowi, 14 narapidana mati, sebagian besar warga asing, telah dieksekusi.


    Dari 198 negara anggota PBB, sebanyak 98 negara diantaranya telah menghapus hukuman mati dalam sistem hukum negaranya, 7 negara telah menghapus hukuman mati untuk kejahatan umum (biasa), dan 35 negara lainnya melakukan moratorium terhadap eksekusi mati. Ini artinya bahwa lebih dari dua pertiga negara di dunia memiliki kecenderungan menghapus hukuman mati di sistem hukum mereka.

    Editor: Sasmito

  • hukuman mati
  • kejaksaan agung
  • Imparsial

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!