HEADLINE

Kemendagri: Ada Perda Diskriminatif di Tolikara? Akan Kami Batalkan!

Kemendagri: Ada Perda Diskriminatif di Tolikara? Akan Kami Batalkan!

KBR, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri memastikan bakal mencabut peraturan daerah yang dinilai diskriminatif di Tolikara, Papua.

Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Dodi Riatmadji mengatakan, upaya pembatalan perda itu dilakukan pasca proses rekonsiliasi selesai, dan keadaan sudah dianggap aman.

Perda yang dimaksud Dodi adalah Perda pembatasan tempat ibadah yang diduga hanya menguntungkan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) saja.

"Presiden kan sudah menggariskan untuk menyelesaikan soal kasus yang kemarin terjadi. Lalu, upaya rekonsiliasi juga perlu dilakukan terhadap masyarakat yang berbeda agama di sana. Nah langkah terakhir adalah mencari Perda yang disinyalir mengandung diskriminasi. Apabila ada, kami akan membatalkannya," kata Dodi kepada KBR.

Dodi memastikan Kementerian Dalam Negeri belum menerima laporan adanya Perda di Tolikara yang menyangkut pendirian rumah ibadah. Tapi Dodi menegaskan, institusinya sudah meminta kepada pemerintah setempat untuk menyerahkan perda tersebut untuk dievaluasi.

Sebelumnya Bupati Tolikara Usman Wanimbo membenarkan di daerahnya ada Perda yang mengatur pelarangan aliran gereja lain di Tolikara. Hanya Gereja Injil di Indonesia (GIDI) yang berhak mendirikan gereja di Tolikara.

Menurut Usman, masyarakat juga mendesak pemerintah daerah untuk melarang aliran lain masuk. Perda itu sudah ada sejak 2013, ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Perda itu ditengarai membuat pengurus GIDI setempat leluasa membuat aturan yang membatasi ibadah kelompok lain, termasuk pelaksanaan salat Ied yang kemudian memicu insiden berdarah pada hari Lebaran lalu. Perda itu diduga menjadi dasar melarang penggunaan alat pengeras suara saat beribadah salat Idulfitri.

Sekretaris Umum Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pendeta Gomar Gultom meminta peraturan daerah (perda) bersifat diskriminatif yang dikabarkan terbit di Tolikara segera dicabut. Perda itu harusnya berlaku bagi semua orang bukan hanya pada kelompok tertentu.

Gomar menyatakan dirinya belum pernah melihat langsung peraturan daerah kontroversial itu. Dia hanya mengetahui kabar adanya perda yang melarang keberadaan agama lain di Tolikara dari pemberitaan media.

Tak hanya perda diskriminatif di Tolikara, Gomar meminta perda-perda serupa di seluruh Indonesia yang berdasarkan agama dicabut. Agama, kata dia, sifatnya sukarela. Sementara itu, hukum bersifat imparsial yang berarti berlaku bagi semua.

Editor: Agus Luqman 

  • Perda Diskriminatif
  • Tolikara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!