SAGA

[SAGA] Afi Nihaya: Jika Saya Berhenti Karena Ancaman, Mereka Menang

""Jika saya berhenti karena ancaman itu, maka mereka menang dan mendapatkan apa yang mereka mau. Jadi saya tidak akan berhenti.” "

[SAGA] Afi Nihaya: Jika Saya Berhenti Karena Ancaman, Mereka Menang
Sketsa wajah Asa Firda Inayah oleh Misbachuddin. Foto: Facebook Afi Nihaya Faradisa.

KBR, Banyuwangi - Di jagat sosial media seperti Facebook, akun dengan nama Afi Nihaya Faradisa menyedot perhatian warganet –sebutan untuk orang-orang yang berkerumun di internet.

Tiap kali Afi menulis, maka beragam respon menyerbu. Setidaknya ribuan jempol bertengger di kolom komentar diikuti emoticon senyum atau tertawa.


Tulisan yang diposting berkisar tentang pengalaman sehari-hari atau renungan pribadinya. Dan, salah satu yang menarik perhatian warganet berjudul Warisan. Di situ, Afi mengingatkan bahwa Indonesia dibangun dengan berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhineka Tuggal Ika. Maka, setiap orang bebas meyakini dan menjalankan keyakinannya.


Tulisan yang diposting 15 Mei lalu itu direspon 136 ribu orang, dikomentari ribuan akun, dan dibagikan 75 ribu kali.


Ketika ditemui di rumahnya, Afi, bercerita mengapa ia menulis Warisan. “Saya menulis itu karena saya menyampaikan rasa keprihatinan kondisi Indonesia saat ini. Akhirnya saya menulis di sosial media Facebook pada 15 Mei 2017 dan akhirnya menjadi viral,” katanya.


Tapi, baru tiga hari diposting, Facebook melumpuhkan akunnya. Di tengah kegaduhan itu, muncul gerakan dengan tagar #FACEBOOKbringbackAFI. Beruntung, pemblokiran akun Afi akhirnya dihentikan.


“Facebook saya diblokir karena ada laporan berjamaah dari orang–orang yang tidak menyukai tulisan saya di situ. Akhirnya Facebook saya diblokir untungnya kurang dari 24 jam. Saya kecewa, karena Facebook tidak mereview terlebih dahulu.”


Dari tulisan dan kehebohan tersebut, nama Afi melejit.


Afi Nihaya Faradisa tak lain adalah Asa Firda Inayah. Gadis berusia 18 tahun asal Desa Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur.


Tulisannya yang ciamik, rupanya tak selamanya disukai. Ada yang mencaci, menghujat, bahkan merundungnya. Pernah ancaman datang lewat WhatsApp, SMS, dan telepon. Intinya memaksa Afi tak lagi menulis hal serupa. Namun remaja ini bergeming dan terus menulis.


“Saya menerima berbagai ancaman sampai pada pembunuhan. Saya mikirnya membunuh orang itu tidak mudah. Jika saya berhenti karena ancaman itu, maka mereka menang dan mendapatkan apa yang mereka mau. Jadi saya tidak akan berhenti,” ujarnya.


Asa Firda Inayah adalah putri pertama dari pasangan Imam Wahyudi dan Sumartin –warga Desa Gambiran. Ayahnya berprofesi sebagai pedagang bakso keliling. Sedang ibunya, lebih banyak di rumah karena menderita sakit mata yang menyebabkan pengelihatannya terbatas.


Sejak kelas 10 SMA Negeri 1 Gambiran, Asa gemar membaca. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Negeri 1 Gambiran, Selamet Riyadi, mengatakan Asa cenderung pendiam dan menyendiri.


“Keseharianya Afi itu biasa-biasa saja. Kalau di kelas justru tidak seperti yang lain. Kalau yang lain itu bercanda, Afi itu diam, menyendiri. Mungkin dia menyendiri mencari inspirasi,” jelas Selamet Riyadi.


Sifat pendiam Asa di sekolah, juga diakui teman sekelasnya Bintang Anugra. Kata dia, kala menyendiri, Asa kerap menulis. Dan tulisannya itu, sering dijadikan kata-kata motivasi di sekolah.


“Dia teman saya di OSIS. Kalau di OSIS dia sebenarnya tidak banyak bicara, tapi dia meluangkan pikiranya itu waktu kegiatanya di OSIS. Potensi yang seperti ini yang patut diapresiasi setidaknya,” tutur Bintang Anugra.


Di rumahnya, Asa –begitu ia dipanggil, terbiasa menulis pengalamannya di buku harian. Sampai sekarang, setidaknya dia punya enam buku yang isinya tentang kegelisahan atau hasil pemikirannya sendiri. Semisal, pengalamannya selama 10 hari tidak bersentuhan dengan telepon genggam. Atau pendapatnya tentang sosok Awkarin –remaja yang membuat geger karena mengumbar kisah cintanya dalam bentuk video blog.


Bagi Asa, memposting tulisan di media sosial bukan semata menghimpun ‘like’ dan komentar banyak dari pengguna media sosial. Tapi ingin menyalurkan pemikiranya selama ini. Ia pun punya mimpi menerbitkan buku.


“Saya ada rencana menerbitkan buku tahun ini. Kalau menulis di Facebook saya akan terus menulis,”pungkas Asa.


Asa atau Afi, takkan berhenti menulis. Dia pun ingin anak muda yang lain, berani mengeluarkan pemikirannya di tengah maraknya ujaran kebencian.






Editor: Quinawaty

 

  • afi nihaya faradisa
  • facebook
  • warisan
  • desa gambiran
  • banyuwangi

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Memet Sandara7 years ago

    Jadi orang beken di media sosial itu tidak midah Fi tapi setidaknya kamu sudah menjadi cerminan bagi bangsa ini bahwa popularitas itu sangat menyakitkan,mimang itu bukan kemauan untuk menjadi tenar di mana mana tapi ini sudah menjadi bagian hidup yang mau tidak mau harus di jalani,maka di butuhkan kesabaran bagi Afi nihaya agar semua cita dan keinginan tercapai,semuga sukses fi dan tak ada lagi ancaman bagi Afi.