HEADLINE

Vaksin Palsu, Kemenkes tak akan Umumkan Rumah Sakit Pelanggar

Vaksin Palsu, Kemenkes tak akan Umumkan Rumah Sakit Pelanggar

KBR, Jakarta- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan  memanggil rumah sakit, fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan yang terbukti melakukan pelanggaran terkait vaksin palsu. Kata Juru Bicara Kemenkes Oscar Primadi, Kementerian Kesehatan nantinya akan memberikan sanksi terhadap pelanggaran tersebut.

Oscar mengatakan, Kementerian Kesehatan tidak akan mengumumkan daftar rumah sakit atau pihak yang melanggar karena hal itu menjadi ranah kepolisian.  

"Kita pasti lakukan tindakan seandainya memang itu terbukti pelanggaran rumah sakit dan instalansi pelayanan kesehatan. (Untuk diumumkannya?) Itu ranah kepolisian.  (Pendataan kapan ditargetkan selesai?) Kita bentuk satgas yang melibatkan semua unsur yang terkait termasuk Kepolisian, Badan POM,  Kementerian Kesehatan," papar Oscar kepada KBR, Rabu (29/6/2016).


Oscar mengaku, Kementerian Kesehatan saat ini masih mengumpulkan data terkait beredarnya vaksin palsu tersebut. Namun kata dia, Kemenkes menjamin aman vaksin yang disalurkan pemerintah untuk program imunisasi dari pusat hingga daerah.  


"Kita tetap menjamin vaksin yang disalurkan melalui jalur distribusi pemerintah dari Pusat, ke Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten Kota sampai ke fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas,  RS Pemerintah, Posyandu Insya Allah aman. Artinya tidak diragukan lagi apa yang sudah dilakukan itu aman. Nah yang dipersoalkan yang terjadi di beberapa titik tempat yang sampai saat ini kita juga belum mendapat datanya," pungkasnya.


Pelanggaran Berat

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Adib Khumaidi berpendapat dokter tak akan berani secara sengaja menyuntikkan vaksin palsu karena hal tersebut adalah pelanggaran berat bagi profesi kedokteran. Meski demikian, jika ada yang melakukannya dengan sengaja, menurut Adib, dokter tersebut harus diproses lebih lanjut secara hukum.

"Kalau kita bicara keterlibatan, saya kira teman sejawat dokter tidak akan berani melakukannya yang secara sengaja vaksin palsu. Karena itu sudah pelanggaran, pelanggaran disiplin, etik, dan masuk seperti sekarang ini pelanggaran hukum. Artinya kalau memang ada yang seperti itu ya kita harus proses. Secara organisasi, secara etik itu sudah pelanggaran berat. Nah di dalam prosesnya, umpamanya distribusi ini bisa masuk memang, jadi vaksin palsu bisa masuk juga ke praktek perorangan," papar Adib Khumaidi kepada KBR (29/6/2016) 

Adib melanjutkan, "tapi itupun harus juga dibuat praduga tak bersalah karena mungkin juga dokternya tidak tahu kalau ini vaksin palsu. Jadi kami  masih melihat bahwa secara kesengajaan saya kira tidak ada yang akan melakukan seperti itu atau berani melakukan itu karena ini pelanggaran berat. Tapi kalau umpamanya sekarang tidak sengaja atau tidak tahu kalau vaksin palsu ya mungkin terjadi, tapi terjadinya melalui praktek perorangan itu tadi."

Adib menambahkan untuk membedakan isinya harus lewat uji laboratorium lebih dulu, sementara perbedaan secara kasat mata, kata Adib hanya dimungkinkan dikenali dari kemasannya. Itu pun, menurut dia, pada prakteknya akan sulit untuk dilakukan.


"Tapi kalau di dalam proses, di Rumah Sakit misalnya, kita dapat vaksin kita mau menyuntikkan vaksin ini dari farmasinya ini vaksinnya, ya kita tidak berpikir ini asli atau palsu karena ini sudah disiapkan oleh rumah sakit," ungkapnya.


Adib juga menyebutkan peraturan yang dikeluarkan menteri kesehatan yang mengharuskan pengadaan obat termasuk vaksin haruslah melalui Rumah Sakit. Artinya di dalam institusi pelayanan kesehatan baik swasta maupun negeri, kata Adib, penyediaan obat dilakukan oleh instalansi farmasi. 


Editor: Rony Sitanggang

  • vaksin palsu
  • Juru Bicara Kemenkes Oscar Primadi
  • Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
  • Adib Khumaidi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!