HEADLINE

Permintaan Maaf Tragedi 65, Panglima TNI: Itu Pengkhianat

""Jangan mengatakan kalau pemerintah akan minta maaf. Pemerintah yang mana, itu isu itu. Itu pengkhianat kepada pemerintah," "

Panglima TNI Gatot Nurmantyo. (Antara)
Panglima TNI Gatot Nurmantyo. (Antara)

KBR, Jakarta- Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Gatot Nurmantyo menegaskan pemerintah tak akan meminta maaf kepada korban tragedi 1965. Gatot mengklaim, Presiden Jokowi tak pernah mengatakan akan meminta maaf kepada korban 1965.

"Siapa pemerintah mana yang minta maaf? Nggak akan ada. Jadi begini ya saya ingatkan, jangan mengatakan kalau pemerintah akan minta maaf. Pemerintah yang mana, itu isu itu. Itu pengkhianat kepada pemerintah," tegas Gatot Nurmantyo usai berpidato di Simposium Mengamankan Pancasila, di Balai Kartini Jakarta, Kamis (06/05/2016). 

Gatot melanjutkan, "tidak akan pemerintah meminta maaf, tidak pernah keluar dari Presiden Jokowi mengatakan minta maaf. Final itu.

Sebelumnya, muncul desakan pemerintah untuk mengakui dan meminta maaf kepada korban tragedi 1965. Desakan itu muncul dari para penyintas tragedi 1965 dan para pendamping. Namun, usulan itu dibantah oleh Menteri Koordinator, Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan. Ia berkali-kali membantah bahwa pemerintah akan meminta maaf. 

Salah satu rekomendasi dalam simposium nasional tragedi 65 adalah pemerintah menyampaikan penyesalan. Penyesalan dilakukan karena tak bisa menyelesaikan konflik yang terjadi pada saat itu. Pernyataan penyesalan negara itu bisa diterima oleh sebagaian korban 1965.

Editor: Rony Sitanggang 

  • tragedi65
  • Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo
  • permintaan maaf
  • Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan
  • Simposium nasional “Membedah Tragedi 1965”
  • simposium mengamankan pancasila dari pki

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!