HEADLINE

FGII: Bocoran UN Lewat Grup LINE Seharga 1,4 Juta

Sekertaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Iwan Hermawan, menunjukkan surat pern

KBR, Bandung - Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) menginginkan kasus kebocoran penyelenggaraan ujian nasioan (UN) 2015 di Kota Bandung dituntaskan.

Hal itu dikatakan oleh Sekertaris Jenderal FGII, Iwan Hermawan, di Bandung.

Iwan menduga kebocoran penyelenggaraan UN tidak hanya terjadi sekali di Kota Bandung, namun telah berlangsung belasan tahun.

"Kami menuntut penyelesaian kasus ini secara tuntas, karena sudah 11 tahun tetap seperti ini," kata Iwan kepada KBR di jalan Babakan Ciamis, Bandung, Sabtu (6/6). 

"Ujian Nasional tetap seperti dulu. Sejak Kemendikbud menyatakan, bahwa soal UN adalah rahasia negara dengan pihak kepolisian, untuk membuka dari mana ini sumber kebocorannya. Sehingga anak bisa mendapatkan sejenis soal yang akurasinya tepat dengan soal yang keluar," ujarnya.

Sekertaris Jenderal FGII, Iwan Hermawan mengatakan,  penuntasan kasus kebocoran UN ini seharusnya dapat diselesaikan secara cepat. Alasannya, berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh organisasinya, bocoran soal dan kunci jawaban UN diperoleh pelajar dari grup situs jejaring sosial LINE.

Iwan menambahkan, untuk menjadi anggota grup tersebut, sekelompok pelajar dari satu kelas diwajibkan membayarkan uang senilai Rp 1.400.000 untuk lima paket contoh soal ujian.

FGII menyatakan berdasarkan surat keputusan dari Ombudsman Jawa Barat, naskah dan kunci jawaban resmi ujian nasional (UN) 2015 tingkat SMA untuk mata pelajaran Sosiologi, Geografi jurusan IPS dan Bahasa Inggris jurusan IPA yang diujikan, sama persis dengan contoh soal yang diduga dibocorkan. 

Editor: Agus Luqman 

  • kebocoran ujuian nasional
  • UN bandung
  • kebocoran UN bandung dituntaskan
  • kecurangan ujian nasional bandung
  • ujian nasional

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!