KBR, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, kebijakan yang digariskan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan memecat secara tidak hormat Brigadir TT, dengan alasan gay, sebagai pelanggaran hukum. Menurut Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, masyarakat Indonesia termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan aparat penegak hukum, berhak mengajukan gugatan, jika mengalami pemecatan atau pemberhentian kerja hanya karena alasan orientasi seksual minoritas.
"Siapapun setiap warga negara itu tidak boleh didiskriminasi atas dasar perbedaan orientasi seksual. Intinya disitu. Jadi tidak boleh dipecat, tidak boleh diberhentikan, atau kemudian tidak boleh diturunkan jabatannya segala macam hanya karena perbedaan orientasi seksual," ujar Beka Ulung Hapsara kepada KBR, Kamis (16/5).
Beka Ulung Hapsara menambahkan, belum banyak pengaduan yang masuk ke Komnas HAM, terkait kasus pemecatan atau pemberhentian dari pekerjaan, karena alasan orientasi seksual minoritas.
Perjalanan Kasus TT
Kasus TT yang berujung pemecatan, bermula saat perayaan Valentine, 14 Februari 2017.
TT yang saat itu berpamitan akan pergi dengan pasangannya -- seorang dokter di Kudus --, didatangi delapan anggota kepolisian (empat berpakaian preman dan sisanya berseragam lengkap serta bersenjata).
Sejak diperiksa di Polres Kudus, pada 14 Februari 2017 hingga Maret 2017, TT mengaku sudah menjalani serangkaian pemeriksaan dan tes, termasuk psikotes.
Pada 16 Maret 2017, TT merasa aneh, ketika kasusnya berubah menjadi kasus disorientasi seksual.
Sidang kode etik pada 18 Oktober 2018 dijalani TT, sampai akhirnya diberhentikan dengan tidak hormat, pada akhir 2018.
Tak terima dengan putusan itu, TT mengajukan
gugatan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada
26 Maret.
Editor: Fadli Gaper