OPINI

Diskriminasi LGBT

Ilustrasi: hukuman cambuk di Aceh.
Ilustrasi: hukuman cambuk di Aceh. (foto: Antara)

MH dan MT menutup wajah mereka dengan kedua tangan. Majelis Hakim Syariah Kota Banda Aceh membacakan putusan, kemarin: vonis hukuman cambuk di depan umum sebanyak 85 kali. Hukuman akan dilaksanakan beberapa hari jelang Ramadan.

Keduanya dijerat Qanun Jinayat karena berhubungan seksual sesama jenis. Warga menjadi saksi, lantas menggerebek ketika keduanya berhubungan akhir Maret lalu.


Ini kali pertama pasangan homoseksual mendapatkan hukuman cambuk - hukuman yang dianggap penyiksaan di mata internasional. Ironis, vonis jatuh tepat di peringatan Hari Internasional Melawan Homofobia. 17 Mei diperingati sebagai momen dihapusnya homoseksual dari kategori penyakit mental oleh Organisasi Kesehatan Dunia, WHO. Hari di mana kebencian terhadap homoseksual diharapkan mendapat perhatian serius dari Pemerintah dan masyarakat.


Human Rights Watch mencatat, sentimen anti-Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) tercatat mulai meningkat sejak Januari 2016 lalu. Makin mendapat amunisi setelah beberapa pejabat negara ikut melontarkan pernyataan bernada diskriminatif. Kita masih ingat ketika Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menuding gerakan LGBT sebagai proxywar negara barat. Atau bekas Menkominfo Tifatul Sembiring menyerukan pembunuhan terhadap LGBT sambil mengutip sebuah dalil di akun medsosnya. Presiden Joko Widodo sempat angkat suara: “tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapa pun, termasuk kaum LGBT.' Sayang kenyataan lapangan tak seperti itu.


Homoseksual adalah sebuah orientasi seksual. Bagaimana bisa itu dilihat sebagai kesalahan, sebagai dosa, ketika yang menciptakan adalah Tuhan yang Maha Esa. Manusia janganlah bertindak seperti Tuhan, menentukan mana yang dosa atau bukan.


Dasarnya adalah perlindungan HAM. Indonesia tak kekurangan aturan yang sedianya menjamin hak asasi manusia, termasuk pilihan orientasi seksual. Sayang, stigma dan diskriminasi itu masih ada.

 

  • LGBT
  • diskriminasi
  • Qanun Jinayat
  • Banda Aceh
  • Stigma

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!