HEADLINE

Alasan Majelis KIP Tolak Gugatan Pembukaan Kajian Reklamasi Teluk Jakarta

Alasan Majelis KIP Tolak Gugatan Pembukaan Kajian Reklamasi Teluk Jakarta
Ilustrasi: Reklamasi di teluk Jakarta


KBR, Jakarta- Majelis  Komisi Informasi Pusat (KIP) menolak gugatan sengketa informasi hasil komite gabungan reklamasi Teluk Jakarta yang dimohonkan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Anggota majelis KIP Dyah Aryani  mengatakan, majelis komisioner menilai termohon Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sudah cukup akuntabel dengan hanya memberikan daftar rekomendasi soal reklamasi Teluk Jakarta berupa powerpoint.


"Termohon telah memberikan kepada pemohon berupa rumusan rekomendasi komite bersama reklamasi Pantai Utara Jakarta, dan paparan paparan sosial, ekonomi reklamasi Pantai Utara Jakarta. Majelis berpendapatan bahwa termohon telah menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang KIP," kata Dyah di ruang persidangan KIP, Senin (15/05/2017). 

Dyah melanjutkan, "Majelis berpendapat termohon secara akuntabilitas tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya. Majelis berpendapat bahwa permohonan sengketa aquo ditolak."

Dyah mengatakan, majelis komisioner menilai Kemenko Kemaritiman sudah cukup kooperatif dalam menjalankan kewajibannya menyediakan informasi untuk masyarakat. Meski dalam proses gugatan itu, Kemenko Kemaritiman hanya menyampaikan daftar rekomendasi soal reklamasi teluk jakarta berupa powerpoint melalui surat elektronik. Adapun yang diminta Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta adalah kajian komprehensif dari segi lingkungan, hukum, dan sosial, yang menjadi dasar kebijakan melanjutkan reklamasi.


Selain itu, majelis juga menilai bukti berupa pemberitaan tentang reklamasi yang diajukan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta cukup kuat untuk disampaikan dalam persidangan. Menurut Dyah, bukti itu justru menunjukkan obyek sengketa semakin tak jelas.


Meski begitu, keputusan majelis tidak bulat atau terjadi dissenting opinion. Pasalnya, ketua majelis komisioner Evy Trisulo menilai gugatan itu harus dikabulkan, serta Kemenko Bidang Kemaritiman wajib memenuhinya. 

Banding



Menanggapi putusan itu Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta berencana mengajukan banding.  Ketua Pengembangan Hukum dan Pengembangan Nelayan KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan, kajian yang disengketakan itu merupakan dokumen yang menjadi dasar kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan publik berhak mengetahuinya.

Marthin berkata, koalisi akan menunggu salinan putusan tersebut, sebelum akhirnya mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

"Kami menyatakan kecewa terhadap keputusan ini. Kekecewaan ini karena apa yang kami inginkan, kami mohonkan informasinya adalah informasi yang menjadi dasar bagi pemerintah melakukan rekomendasi tersebut," kata Marthin di ruang persidangan KIP, Senin (15/05). 

Marthin melanjutkan, "kami waktu itu diberikan rekomendasi dalam slide powerpoint, tetapi yang kami inginkan adalah bagaimana rekomendasi itu muncul, apa dasar kebijakannya. Itu pun dikonfirmasi oleh dissenting opinion."

Marthin berujar, koalisi akan mempelajari dulu salinan putusan majelis komisioner soal gugatan tersebut. Kemudian, kata dia, koalisi akan mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Dia berkata, akan ada beberapa argumen tambahan dalam banding tersebut, misalnya materi disenting opinion yang diajukan ketua majelis Evy Trisulo. Pasalnya, Evy menilai, Kemenko Kemaritiman sebagai badan publik wajib memberikan data setiap saat untuk umum. Informasi itu terdiri dalam banyak hal, misalnya informasi soal peraturan kebijakan yang terdiri dari dari dokumen pendukung, masukan berbagai pihak, serta risalah rapat.

 

Editor: Rony Sitanggang

  • Sengketa Informasi
  • koalisi teluk jakarta
  • Anggota majelis KIP Dyah Aryani
  • Aktivis KNTI Marthin Hadiwinata

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!