HEADLINE

Simposium Tandingan 65, Pendeta Nathan Heran Tercantum Jadi Pembicara

Simposium Tandingan 65, Pendeta Nathan Heran Tercantum Jadi  Pembicara

KBR, Jakarta- Rohaniawan Kristen Protestan, Nathan Setiabudi mengaku tidak mengetahui namanya tercantum di daftar undangan dalam simposium yang digagas pensiunan jenderal  TNI. Sebelumnya, Ketua Pelaksana simposium itu, Kiki Syahnakri mengklaim bakal mendatangan Nathan Setiabudi sebagai narasumber dalam simposium itu. 

Selain tidak mengetahui, bekas Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia itu  juga mengaku belum mendapat undangan dari siapapun terkait simposium itu.

"Adanya simposium tandingan seperti yang dimaksud, terus terang saya juga baru dengar, dan tidak tahu menahu. Termasuk apabila nama saya ternyata dicantumkan dalam salah satu narasumber. Yang pasti, saya belum menerima undangan tersebut, dan belum ada yang menghubungi saya terkait dengan acara tersebut," katanya.

Sebelumnya, Ketua Pelaksana simposium tandingan 1965, Kiki Syahnakri mengaku telah mengundang sejumlah tokoh dalam acara yang akan diselenggarakan pada 1-2 Juni itu. Beberapa tokoh yang disebut telah mengonfirmasi kedatangannya Ketua Ormas FPI Riziek Shihab, dan Politisi Gerindra Fadli Zon. Kedua tokoh itu dinilai memiliki visi antikomunis, dan dianggap cocok dalam tema simposium yang akan fokus pada penolakan kebangkitan paham komunis. Selain dua tokoh itu, sejumlah tokoh yang diklaim bakal menghadiri adalah Rohaniwan Nathan Setiabudi dan Igantius Suharyo, serta Akademisi Yudi Latief. Pendeta Nathan dalam acara tercantum sebagai pembicara dengan  tema ideologi komunis dalam perspektif agama.


Hasil   Simposium

Salah satu tim perumus simposium tragedi 65 di hotel Aryaduta, Siti Noor Laila menganggap hasil simposium yang dilaksanakan oleh pensiunan jenderal  TNI tidak bisa digabungkan. Hal ini lantaran fokus dalam kedua simposium yang telah dilakukan, dan yang akan dilaksanakan, sangat berbeda.

Fokus simposium yang dilakukan di Hotel Aryaduta fokus pada kejahatan kemanusiaan, sedangkan fokus dari simposium yang digagas oleh sejumlah purnawirawan TNI AD, fokus pada kebangkitan paham komunis, atau Partai Komunis Indonesia.

"Makanya kami sama sekali tidak merasa itu sebagai tandingan. Karena dalam simposium yang dilaksanakan di Aryaduta, kami sama sekali tidak membicarakan mengenai partai politik, atau ideologi tertentu. Tapi mana sih yang menjadi korban kejahatan. (Kalau dianggap tidak relevan, apakah mungkin hasil kedua simposium digabungkan?) Sekarang saya bertanya, ideologi komunis yang sedang berkembang di dunia di mana? (Jadi bisa atau tidak digabungkan?) Tidak," tegasnya.

Lebih lanjut, perempuan yang juga menjabat sebagai Komisioner di Komnas HAM ini juga menyatakan  tetap menghormati apapun isu yang akan bergulir pada simposium yang rencananya akan digelar mulai Rabu lusa. Hasil simposium tersebut, bisa saja menjadi masukan kepada pemerintah, namun takkan mempengaruhi hasil rekomendasi yang telah disusun.

"Pendekatannya antara dua simposium itu sangat berbeda," ujarnya.

Sementara itu Panitia Pengarah Simposium 65, Agus Widjojo tidak mempermasalahkan jika rekomendasi simposium tandingan digabungkan dengan simposium 65 di Hotel Aryaduta b April lalu. Ia mengaku tak khawatir jika hal itu mempengaruhi penyelesaian tragedi 65. Agus menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah, sebagai pembuat kebijakan.

"Semua ujungnya kan pemerintah. yang memutuskan kan pemerintah, yang mengolah dari rekomendasi dan kebijakan ya itukan pemerintah. Kewenangan itu dari pemerintah,"kata Agus kepada KBR, Senin (30/5/2016).

Panitia simposium 65 tidak akan memonopoli proses demokrasi di Indonesia. Agus menilai sah-sah saja jika ada pandangan berbeda soal tragedi 65.

"Itu sah-sah saja, itu kan ujungnya pemerintah. Simposium Aryaduta tidak mengklaim untuk memonopoli pendapat dan proses. Kita bisa beda pendapat dan tidak bisa melarang itu."

Terkait agenda Simposium tandingan Rabu lusa, Agus mengaku belum mendapatkan undangan sama sekali. Komunikasi dengan pihak panitia pun tidak ada. "Mendapat undangan? sampai saat ini belum. Tidak ada komunikasi antara saya dengan panitia simposium tandingan," ujarnya.  

Simposium tandingan yang diketuai pensiunan Letnan Jenderal Kiki Syahnakri mengangkat tema "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia dan Ideologi Lain". Simposium itu akan digelar selama dua hari pada 1 dan 2 Juni 2016 di Balai Kartini. 

Simposium tandingan itu dipelopori oleh Gerakan Bela Negara, berbagai ormas kepemudaan, ormas Islam, serta organisasi purnawirawan TNI dan Polri. Pembicara yang hadir di antaranya Purnawirawan TNI Sintong Panjaitan, Ketua Fron Pembela Islam Habib Riziek, dan Politisi Partai Gerindra Fadli Zon. Sama seperti simposium 65, simposium tandingan itu juga akan merumuskan rekomendasi yang akan diserahkan kepada pemerintah. 

  • tragedi65
  • Simposium nasional “Membedah Tragedi 1965”
  • simposium mengamankan pancasila dari pki
  • Rohaniawan Kristen Protestan
  • Nathan Setiabudi
  • Ketua Panitia simposium tandingan 65 Kiki Syahnakri
  • Panitia Pengarah Simposium Agus Widjojo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!