HEADLINE

Pusat Kurikulum Kemendikbud: Pendidikan Anti Kekerasan Seksual Sudah Diajarkan

"Materi itu masuk dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. "

Pusat Kurikulum Kemendikbud: Pendidikan Anti Kekerasan Seksual Sudah Diajarkan
Dua aktivis mengangkat poster berisi pernyataan solidaritas untuk YY di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (8/5). Foto: Antara

KBR, Jakarta- Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Kapuskurbuk) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Tjipto Sumadi menyebut materi pendidikan anti kekerasan seksual sudah masuk dalam kurikulum usia dini, SD hingga SMA. Kata dia, materi itu masuk dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

Kedepannya, menurut Tjipto, akan ada pertemuan tim dari kementerian untuk membahas soal materi yang selama ini sudah diberikan maupun yang belum diakomodir.


"Materi itu kan sudah ada, di SD, bahkan TK, SMP, SMA di mata pelajaran IPA. Usulan yang paling bagus, nanti duduk bareng dipertemukan materi mana yang belum dan sudah masuk. Karena seperti yang pak Menteri sampaikan, kita juga concern melaksanakan pendidikan anti kekerasan termasuk seksual dan lain sebagainya," ungkap Tjipto kepada KBR (9/5/2016)


Sementara itu, pengamat pendidikan Arif Rahman menilai, kekerasan seksual terhadap pelajar tidak bisa diselesaikan dengan membentuk kurikulum baru. Menurutnya, kekerasan seksual yang korban maupun pelakunya masih bersekolah, telah menjadi persoalan yang kompleks. Sehingga kata dia, perlu penyelesaian yang komprehensif untuk memerangi hal tersebut.


"Menurut saya, kurikulum itu tidak berdiri sendiri. Tidak mungkin sebuah penyimpangan akan sanggup dilawan dengan satu kurikulum saja. Pengetahuan itu harus dirangkai secara komprehensif. Bisa pakai Bahasa Indonesia, bisa juga melalui Pendidikan Agama, bisa juga melalui Pelajaran Olahraga dan Kesehatan, dan bisa pula melalui Pelajaran BK. Dan itu semua harus bekerja sama. Tapi kalau edukasi seksual seperti yang diaplikasikan di negara-negara Barat, saya tidak setuju," katanya.


Ia menambahkan, apabila pemerintah berencana membentuk pendidikan seksual, ia menyarankan agar pemerintah memperhatikan norma-norma yang berlaku.


"Kalau pemerintah mengacu pada kurikulum seksual di negara-negara Barat, itu malah justru akan menimbulkan rasa keingintahuan terhadap pelajar untuk mempraktekkannya. Sehingga kekerasan seksual justru akan semakin tinggi kejadiannya," ujarnya.


Menanggapi hal itu, Koordinator Band Simponi, kelompok musik yang kerap menyuarakan isu perempuan, Berkah Gamulya menginginkan pendidikan seksualitas masuk dalam intrakulikuler pendidikan nasional Indonesia. Modul Pendidikan Seksualitas Komprehensif yang diserahkannya bersama gabungan LSM lain kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hari ini mengajarkan soal reproduksi, gender, maupun hak asasi manusia untuk beberapa tingkat dari SD hingga SMA.


Kata Berkah, selama ini belum ada pelajaran khusus soal ini di beberapa daerah menurut pantauan LSM. Menurutnya, yang selama ini masuk dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan ALam (IPA) hanyalah pengetahuan soal anatomi biologi, bukanlah pendidikan seksualitas yang mereka inginkan.


"Menurut kami bukan itu yang kami maksud, kalau masuk IPA itu lebih kepada pelajaran soal biologi tubuh bukan pendidikan seksualitas, bukan tentang kesehatan reproduksi yang konteksnya adalah pencegahan kekerasan seksual," kata Berkah kepada KBR (9/5/2016)


Berkah menambahkan, Modul Pendidikan Seksualitas Komprehensif mereka sudah dipraktekkan di beberapa daerah oleh beberapa LSM meski tidak masuk dalam sekolah formal. Ia yakin, pendidikan seperti itulah yang justru dibutuhkan untuk menekan angka kekerasan seksual di masyarakat.


"Teman dari  Rutgers Indonesia menyatakan modul yang mereka bikin dengan boneka atau digital sudah mereka praktekkan di Bali, Jambi, Medan, atau kota kota besar di Indonesia, di sekolah yang kepala sekolahnya terbuka dengan isu ini. Ada juga kawan Nurani Dunia di beberapa TK sudah praktekkan (pendidikan seksualitas-red) ini. Dan penelitiannya UNESCO, dan Aliansi Remaja Independen, dengan mendapat pengetahuan sekian persen anak muda jadi mengetahui dan kemudian bisa menghindari situasi kekerasan itu baik sebagai pelaku maupun korban," papar Berkah.


Data dari koalisi masyarakat sipil menyebutkan setiap hari terdapat 35 anak perempuan yang mengalami kekerasan seksual di Indonesia. Sedangkan data dari Komnas Perempuan tahun 2015 menyatakan terdapat 2.269 korban dan 859 pelaku kekerasan dari rentang usia 13 hingga 18 tahun dalam ranah personal.

Editor: Sasmito Madrim

  • kemendikbud
  • Kekerasan Seksual
  • kurikulum baru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!