HEADLINE

Psikiater: Kebiri itu Terapi Penurunan Libido, Bukan Hukuman

Psikiater: Kebiri itu Terapi Penurunan Libido, Bukan Hukuman

KBR, Jakarta- Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) Danardi Sosrosumihardjo mengakui organisasinya diminta masukan Kementerian Kesehatan mengenai penanganan bagi pelaku kejahatan seksual. 

Itu terkait dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak. Perppu itu mencantumkan hukuman tambahan kebiri secara kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual. 

Namun Danardi mengatakan dunia medis tidak menggunakan istilah pengebirian. Yang diusulkan PDSKJI kepada Kementerian Kesehatan adalah terapi secara kimiawi untuk menurunkan libido atau hasrat seksual yang tinggi yang tidak mampu dikendalikan oleh pelaku kejahatan seksual.

Danardi mengatakan, terapi itu tidak menghilangkan libido sama sekali, melainkan menurunkan tingkatannya hingga seseorang bisa mengendalikannya.

"Untuk sementara diredakan sampai batas tertentu, tidak membuat sampai nol, tidak sampai menghilang. Tapi bahwa libido itu dalam batas yang bisa dikendalikan. Jadi libido yang terlalu tinggi membuat seseorang tidak mampu mengendalikan diri," kata Danardi kepada KBR, Kamis (26/5/2016).

"Libido itu diterapi, diturunkan pada batas tertentu, mungkin sampai batas terkecil, sehingga seseorang bisa mengendalikan diri dengan baik. Tidak harus sampai nol. Tapi kalau di level 1 pun terganggu, ya harus jadi nol," 

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) Danardi Sosrosumihardjo mengatakan tingginya libido bisa disebabkan beberapa faktor, diantaranya tingginya kadar senyawa kimia dopamin di dalam otak, atau tingginya hormon. Pada laki-laki, libido tinggi bisa disebabkan tingginya hormon androgen atau testosteron. 

Untuk menangani libido atau gairah seksual yang tinggi yang memicu perkosaan, kata Danardi, diberikan terapi berupa penggunaan obat penurun kadar dopamin atau penurun kadar hormonal. 

"Kalau libido tinggi karena hormonal, biasanya kita gunakan lawannya. Menurunkan hormon laki-laki menggunakan hormon lawan, artinya kita berikan hormon wanita yaitu progesteron atau estrogen," kata Danardi. 

Terapi libido secara kimiawi, biasanya memakan waktu tiga hingga enam bulan. Namun ada pula yang hingga beberapa tahun.

"Ada yang temporer saja, tiga hingga enam bulan selesai. Tapi ada juga yang harus diikuti panjang, mungkin beberapa tahun sehingga dia mampu mengendalikan diri. Tujuannya kan agar individu itu mampu mengendalikan diri dengan baik," kata Danardi.

Danardi menjelaskan, terapi itu bukan hukuman melainkan untuk membantu agar seseorang bisa mengendalikan libidonya. Lagi pula, terapi itu tidak untuk menghilangkan libido seseorang. 

"Libido itu tetap harus ada, tapi libido harus disesuaikan sehingga seseorang bisa mengendalikan," lanjut Danardi. 

Pro-kontra hukuman kebiri dalam Perppu, menurut Danardi, karena orang salah paham dengan kebiri seperti zaman dahulu.

"Menurut saya, yang disalahpahami itu kata pengebirian itu seperti jaman dulu---maaf---testisnya diambil. Itu jaman dulu. Sekarang tidak dengan cara seperti itu," jelas Danardi. 

Jadi, kebiri dalam Perppu itu hukuman atau terapi?

"Apa ya? Kalau terapi itu menolong sih. Susah mengartikannya. Tapi kami di dunia kedokteran sudah biasa melakukan hal ini. Kita berikan terapi. Kalau saya mencoba menghubungkan, tentu secara medis tidak menggunakan istilah 'membuat jera' tapi kita bisa membantu pada individu-individu yang tidak mampu mengendalikan diri dalam jangka panjang, dan dia harus cukup lama mengkonsumsi obat anti penyebabnya itu supaya tidak melonjak-lonjak," lanjut Danardi.

Danardi menambahkan, organisasi Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) akan dilibatkan dalam pelaksanaan Perppu Perlindungan Anak itu.

"Dari informasi, masukan kami telah diterima (pemerintah), dan diharapkan bisa terlibat dalam kerjasama berikutnya," kata Danardi.

Presiden Joko Widodo  telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perrubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 
 
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara. 
 
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik. 



Editor: Malika

  • perppu kebiri
  • Perppu Perlindungan Anak dari Kejahatan Seksual
  • psikologi
  • hukuman kebiri
  • hukum kebiri
  • Danardi Sosrosumihardjo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!