HEADLINE

Pendamping Sebut Penangkapan Aktivis AMAN Karena Rekayasa Intel Tentara

""Tak ada surat (perintah penangkapan) itu," kata pengurus AMAN, Ubaidy Abdul Halim."

Quinawaty Pasaribu

Pendamping Sebut Penangkapan Aktivis AMAN Karena Rekayasa Intel Tentara
Kaus yang dan buku yang disita dari kamar aktivis AMAN Ternate Maluku Utara. (Foto: Twitter/ @Damar Juniarto

KBR, Jakarta - Kepolisian Ternate, Maluku Utara masih menahan empat aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) lantaran dituding menyebarkan ajaran komunisme.


Empat aktivis itu adalah Adlun Fikri, Supriyadi, Muhammad Radju Drakel dan Muhammad Yunus Al-Fajri.


Pendamping para korban tangkapan yang juga Ketua Perhimpunan Pembela AMAN Maluku Utara, Yahya Mahmud mengatakan status keempatnya hingga kini masih terperiksa.


"Sekarang kita mau bertemu dengan Kasat Reskrim untuk menanyakan kasusnya, karena kemarin beliau tidak ada di tempat," kata Yahya pada KBR, Kamis (12/5/2016).


Di lain pihak Kepala Biro Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) AMAN, Ubaidy Abdul Halim mengatakan, penangkapan empat aktivis itu penuh rekayasa.


Ubaidy mengatakan empat orang aktivis AMAN itu dipaksa intel Kodim agar memakai baju bertuliskan Pecinta Kopi Indonesia dengan gambar palu dan arit dalam cangkir--padahal gambar itu tidak menyerupai simbol PKI.


"Saat didatangi, (mereka) terus dipaksa pakai (baju Pecinta Kopi) dan difoto. Tapi isu yang beredar mereka lagi pakai baju, padahal tidak. Ketika isu ini mencuat, mereka langsung simpan tak gunakan lagi," jelasnya.


Tak hanya itu, penangkapan keempatnya pun tanpa disertai surat perintah penangkapan dari Kepolisian Ternate. "Tak ada surat (penangkapan) itu," kata Ubaidy.


Kronologi Penangkapan Aktivis AMAN


Penangkapan terjadi di Ternate, 10 Mei 2016 pukul 23.00 WIT. Adlun Fikri dijemput dua anggota militer berpakaian sipil.


Selanjutnya empat anggota Unit Intel Kodim 1501 Ternate berpakaian sipil mendatangi Rumah AMAN di Maluku Utara dan langsung menggeledah dan memeriksa semua barang-barang di sana.


Pukul 23.30 WIT, terjadi penggeledahan di kamar Adlun Fikri dan Supriyadi. Pihak Intel Kodim menyita beberapa buku, laptop dan kaos yang dianggap mengandung paham komunis.


Tak lama, Supriyadi ditangkap di sebuah cafe dan diboyong ke Makodim 1501 untuk diperiksa. Mereka diinterogasi seputar temuan buku dan kaos tersebut.


Hingga pukul 04.00 WIT, mereka dipaksa menandatangani surat pernyataan yang berisi tak akan lagi menggunakan atribut-atribut Pecinta Kopi Indonesia.


Selanjutnya keduanya diboyong ke Polres Ternate untuk diperiksa kembali.


Buku dan kaos yang disita di kamar Adlun Fikri antara lain:


  1. Buku “Nalar yang memberontak (filsafat Maxisme)”

  2. Buku “Kekerasan Budaya Pasca 1965”

  3. Kumpulan Cerpen, dengan Judul “Penjagal itu telah mati”

  4. Buku Investigasi Tempo “Lekra dan Geger 1965”

  5. Buku “Orang yang di persimpangan Kiri Jalan”

  6. Kaos warna Hitam “Bekerja dan berkarya jangan berharap pada Negara"

  7. Kaos merah gambar cangkir “Pencinta Kopi Indonesia (PKI)”

  8. Kaos warna hitam “1965 masalah-masalah yang tak selesai-selesai”

  9. Kaos Munir “Melawan Lupa”


Penangkapan dan penyitaan buku terjadi beberapa pekan setelah pemerintah dan para korban atau keluarga korban tragedi 1965 membahas upaya penuntasan kasus kemanusiaan 1965-1966.


Editor: Agus Luqman  

  • Kodim
  • TNI
  • palu arit
  • komunis
  • PKI
  • tragedi 1965
  • penangkapan aktivis AMAN

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!