BERITA

Hakim Kasus Sony Sandra Tak Punya Perspektif Perlindungan Anak

""Dalam persidangan itu, hakim mempertemukan pelaku dengan korban. Sehingga trauma yang belum pulih itu kembali muncul.""

Hakim Kasus Sony Sandra Tak Punya Perspektif Perlindungan Anak
Suasana persidangan Sony Sandra di Pengadilan Negeri Kota Kediri. (Foto: KBR)

KBR, Jakarta- Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas PA) menilai mejelis hakim Pengadilan Negeri Kota Kediri tak memiliki wawasan perlindungan anak, dalam menangani kasus kejahatan seksual Direktur PT Triple S, Sony Sandra. Koordinator Satgas PA mengatakan, hal tersebut ditunjukkan melalui rendahnya vonis yang diganjarkan ke pengusaha asal Kediri tersebut. 

Kemarin (19/5), hakim menjatuhkan vonis 9 tahun penjara kepada Sony Sandra, lebih rendah dari tuntutan jaksa sebanyak 13 tahun. Sementara hukuman maksimal bagi pelaku seharusnya bisa sampai 15 tahun penjara.

"Ini mengecewakan ya, melihat korbannya yang sampai puluhan. Tidak ada perspektif korban, perspektif anak sehingga tak memandang ini sebagai kejahatan luar biasa. Terbukti dengan vonis 9 tahun ini menunjukkan masih minimnya kepekaan aparat penegak hukum untuk melindungi anak," jelas Ilma kepada KBR, Jumat (20/5).

Vonis rendah pelaku kejahatan seksual ini diperparah dengan proses peradilan yang tak ramah anak. Ilma mengungkapkan, saat menyidang kasus ini, hakim mempertemukan korban dengan pelaku kejahatan. Padahal, dalam UU sistem Peradilan Anak, hakim berkewajiban melindungi anak dari tekanan psikologis. Baik melalui cara berpakaian yang tak wajib mengenakan toga, lokasi persidangan hingga cara pendekatan.

"Terbukti dengan pengakuan anak, kebetulan malam kemarin saya bersama salah satu korban. Dalam persidangan itu, hakim mempertemukan pelaku dengan korban. Sehingga trauma yang belum pulih itu kembali muncul. Melihat langsung pelaku di TKP itu membuat anak tak menentu, ketakutan. Sehingga para korban yang hadir di situ, berlari ke luar ruang persidangan," terangnya.

Perbedaan proses persidangan untuk anak ini dilakukan agar korban anak merasa aman dan nyaman. Sehingga, leluasa mengungkapkan pembelaan. Di samping itu, seharusnya korban didampingi orang dewasa. Sementara kemarin, faktanya menurut Ilma, para pendamping korban tak diizinkan menemani.

Atas tindakan tersebut, Satgas PA menyarankan pendamping korban ataupun masyarakat mengadukan perilaku hakim ke Komisi Yudisial. Pihaknya, menyatakan siap menyokong proses pelaporan.

"Kami minta pendamping di Kediri untuk menyiapkan administrasi dan bukti-bukti. Teknis dan sebagainya disiapkan oleh kawan-kawan di Kediri. Tapi bagaimana kelanjutannya bergantung dengan teman-teman di Kediri," ujarnya.

Kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Kediri memvonis Sony Sandra dengan hukuman 9 tahun penjara dan denda 250 juta Rupiah atas kasus kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur. Ketua Majelis Hakim Purnomo Amin mengatakan, Sony Sandra terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap  AK, IY, NA melalui serangkaian tipu daya, janji, dan iming-iming uang.

Selain tiga bocah ini, tim pendamping mencatat ada sekitar 14 korban lain yang didampingi. Sejauh ini, baru lima korban yang berani melaporkan perbuatan Sony Sandra.

Sony Sandra dikenakan pasal 81 ayat 2 Undang-undang Perlindungan Anak tentang tindak kekerasan atau ancaman terhadap anak untuk melakukan persetubuhan dengannya maupun dengan orang lain.


Editor: Malika


  • Sony Sandra
  • kekerasan seksual anak
  • Pelaku Kekerasan Seksual Anak
  • kejahatan seksual anak
  • PN Kota Kediri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!