HEADLINE

DPR Buka Kemungkinan RUU Antikekerasan Seksual Masuk Prioritas

"Saat ini RUU Anti Kekerasan Seksual masih masuk dalam daftar panjang RUU yang akan dibahas DPR hingga 2019."

DPR Buka Kemungkinan RUU Antikekerasan Seksual Masuk Prioritas
Ilustrasi. (Foto: Creative Commons/KBR)

KBR, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat membuka kemungkinan RUU Anti Kekerasan Seksual segera dibahas.

Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Atgas mengatakan saat ini RUU Anti Kekerasan Seksual masih masuk dalam daftar panjang RUU yang akan dibahas DPR hingga 2019.


Namun, jika ada usulan inisiatif anggota, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bisa ditarik masuk prioritas.


"Sangat memungkinkan. Kalau itu memang sangat urgent akan kita coba untuk proses. Mudah-mudahan di Prolegnas tambahan bisa kita masukan. Kalau itu memang jadi kebutuhan dan desakan dari publik begitu besar, dan teman-teman khususnya di Kaukus Parlemen Perempuan itu melakukan itu. Saya rasa hampir semua fraksi sudah sependapat," ujar Supratman ketika dihubungi KBR, Kamis (5/5/2016).


Supratman mengatakan Kaukus Perempuan Parlemen sudah meminta agar Baleg DPR memasukkan RUU itu ke dalam Prolegnas perubahan. Tapi, surat pengajuan resminya belum diterima.


Di lain pihak, Wakil Ketua Komisi Sosial DPR Ledia Hanifah setuju RUU ini segera dibahas. Namun menurutnya, akan sulit jika pembahasannya nanti diserahkan sepenuhnya pada Komisi Sosial.


Ledia Hanifah mengatakan saat ini Komisi Sosial telah berkonsentrasi membahas penyelenggaraan haji dan RUU Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.


"Kalau di Komisi VIII sedang ditugasi membahas dua yang perdebatannya panjang. Setiap komisi kan maksimal membahas dua peraturannya. Jadi kalau diselipkan di antara dua ini, takutnya malah tidak selesai," kata Ledia Hanifah.


Sejak 2001, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menggaungkan kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan. Kampanye itu digelar untuk memperingati Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, yang jatuh setiap 25 November.


Salah satu kampanye itu adalah agar DPR segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Kampanye itu makin masif dilakukan sejak 2015 lalu, dimana Komnas Perlindungan Anak menyebut Indonesia masuk status darurat kejahatan seksual terhadap anak.


Saat ini RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk daftar panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019.


Data Komnas Perempuan menunjukkan sepanjang 1998-2013 terdapat 93 ribu lebih kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah itu, seperempatnya merupakan kasus kekerasan seksual. Komnas Perempuan menyebutkan setiap hari ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual, atau setiap dua jam ada tiga perempuan jadi korban.


Komnas Perempuan menyebutkan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang mesti diatur dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual meliputi pelecehan seksual, kontrol seksual, pemerkosaan, eksploitasi seksual, penyiksaan seksual, dan perlakuan dan penghukuman lain yang tidak manusiawi yang menjadikan seksualitas sebagai sasaran dan/atau merendahkan martabat kemanusiaan.


Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia juga mengeluarkan catatan, selama periode 2010-2014 terjadi lebih dari 21 juta kasus pelanggaran hak anak, yang tersebar di 34 provinsi dan 179 kabupaten/kota. Dari jumlah itu, antara 40-50 persen merupakan kasus kejahatan seksual terhadap anak. Selebihnya, adalah kasus kekerasan fisik dan penelantaran anak.


Editor: Agus Luqman

 

  • kekerasan seksual
  • Komnas Perempuan
  • kejahatan seksual
  • RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
  • DPR
  • Badan Legislasi DPR
  • hukum
  • pidana

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!