KBR, Jakarta- Pemilik buku-buku yang berkaitan dengan komunisme diminta menyerahkan bukunya ke pemerintah. Kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, larangan ini juga berlaku untuk dokumen yang beredar di internet.
"Apapun yang berbau, udahlah. Itu dilarang. Mana tadi Undang-Undangnya? Nanti caranya gimana, itu kan ada menteri yang bersangkutan. Cuma saya ga ingin republik ini ribut-ribut. Kalau saya, ya begitu. Diingatkan, diserahkan. Dan jangan diulangi lagi,"tegas Ryamizard di Balai Media Kemenhan, Jumat(13/5/2016).
Beberapa waktu ini, TNI gencar menyisir buku-buku komunisme. Mereka menyita buku "Palu dan Arit di Ladang Tebu" karya Hermawan Sulistyo. Di Yogya dan Bandung beberapa toko buku didatangi pasukan militer. TNI menyisir apakah ada buku mengenai komunisme yang dijual di lokasi itu.
Pada penangkapan 4 aktivis AMAN di Ternate, Selasa (10/5), aparat juga menyita buku-buku seperti Nalar yang Memberontak dan Investigasi Tempo"Lekra dan Geger 1965". Belum lama, toko buku Gramedia juga menarik Seri Tempo "Orang Kiri" dan Memoar Pulau Buru dari peredaran.
Ryamizard mengklaim TNI punya hak menyisir buku-buku soal komunisme. Alasannya, isi buku dianggap mengganggu keamanan. Menhan berpegang pada UU No.27 Tahun 1999, UU No.34 Tahun 2004, dan PNPS No.4 Tahun 1963.
Padahal, UU No.27 Tahun 1999 adalah tambahan untuk KUHP. Dan yang berhak melakukan penyiataan dalam KUHP adalah polisi. Keterlibatan TNI dalam membantu polisi menjaga keamanan di masyarakat pun harus melaui proses politik presiden dan DPR. Terakhir, PNPS No.4 Tahun 1963 pun sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2010.
Sementara itu, hari ini sekelompok orang yang menamakan diri Aliansi Aktivis Literasi melakukan unjuk rasa damai di Taman Ismail Marzuki. Aliansi yang terdiri dari Goenawan Mohamad, Yusi Avianto, Anton Kurnia, dan juga Okky Madasari ini mengkritik upaya aparat keamanan yang menyisir dan menyita buku-buku yang dianggap terkait dengan paham komunis.
Goenawan Mohamad menyebut, upaya sweeping yang dilakukan aparat keamanan merupakan kebodohan yang tak terelakkan.
Editor: Malika