KBR, Jakarta- Korban pelanggaran HAM 65 dan Mei 98 menyebut UU pasal 20
ayat 3 Undang-Undang No 26 tahun 2000 soal Pengadilan HAM, menghambat kerja penyidikan dan penuntasan kasus
pelanggaran HAM melalui meja peradilan. Ketua Yayasan Penelitian Korban
Pembunuhan 1995/1996 (YPKP65) Bedjo Untung mengatakan berkas hasil
penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung tidak bisa
dilanjutkan karena terganjal pasal tersebut. Karena itu dia berharap
Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi soal pembentukan peradilan
ham Adhoc.
"Setelah
disampaikan kepada Kejaksaan Agung, Kejaksaan mengembalikan lagi, itu
sampai tiga kali bolak balik dengan alasan yang tidak jelas. Ada yang
bilang alasan administrasi dan sebagainya. Korban 65 memiliki
kepentingan supaya hasil penyelidikan Komnas HAM itu ditindaklanjuti
karena itu sebagai pintu masuk untuk penyelesaian kasus 65," jelas Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan
1995/1996 (YPKP65) Bedjo Untung di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis
(21/5/2015).
"Meskipun ada
yang mengatakan penyelesaian kasus 65 itu melalui non yudisial tetapi
tidak ada salahnya apabila kita menemukan fakta dan cukup bukti maka
perlu juga dibentuk pengadilan HAM Adhoc kasus 65 sehingga ada penjeraan
bagi pelaku," jelasnya lagi.
Sebelumnya, LSM HAM Kontras dan beberapa korban
pelanggaran HAM 1965, korban pelanggaran HAM Mei 1998 mengajukan uji
materi pasal 20 ayat 3 Undang-Undang No.26 tahun 2000 ke Mahkamah
Konstitusi. Pengajuan uji materi pasal dalam UU tersebut akan memberikan
kepastian hukum dan memungkinkan pelaku pelanggar HAM bisa diadili
melalui pengadilan HAM Adhoc.
Editor: Dimas Rizky