HEADLINE

AJI: Polisi, Musuh Kebebasan Pers 2015

World Press Freedom Day 2015 (Foto: KBR)

KBR, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menetapkan Kepolisian sebagai Musuh Kebebasan Pers 2015. Hal ini ditetapkan dalam rangka peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia tahun ini yang digelar hari ini, Sabtu (3/5/2015) di Taman Menteng, Jakarta. 

Dalam pernyataannya, AJI Indonesia menjelaskan kalau di Indonesia, sejak 1996 ada delapan kasus kematian jurnalis yang belum diusut tuntas oleh Kepolisian. Ini ditambah lagi dengan 37 kasus kekerasan yang terjadi dalam periode Mei 2014-Mei 2015. Sebelas di antara kasus tersebut dilakukan oleh polisi. Semua kasus kekerasan atas jurnalis yang dilakukan polisi tidak pernah diselesaikan sampai ke jalur hukum. 

Menurut catatan AJI, ini adalah kali keempat Kepolisian ditetapkan sebagai Musuh Kebebasan Pers sejak pertama kali masuk di tahun 2007. "Jelas Presiden Joko Widodo harus melakukan reformasi besar-besaran di Kepolisian karena kebebalanuntuk berubah," tulis Suwarjono, Ketua AJI Indonesia dalam pernyataan pers yang diterima KBR hari ini. 

Kasus yang terakhir adalah penetapan tersangka atas Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat awal Desember 2014 lalu. Kasus yang menjeratnya adalah dugaan penistaan agama denga memuat karikatur ISIS di koran berbahasa Inggris tersebut. Kasus ini sebetulnya sudah ditangani Dewan Pers dengan karena masuk ke ranah Undang-undang Pers. Namun sampai hari ini status tersangka Meidyatama tidak pernah dicabut. 

Kasus Udin dan kasus-kasus lainnya

Kasus lain yang jadi catatan buruk soal kebebasan pers di tanah air adalah tidak tuntasnya kasus pembunuhan terhadap Muhammad Fuad Syafrudin alias Udin, jurnalis Harian Bernas Yogyakarta. Agustus 2014 menandai sudah 18 tahun kasus ini dengan kepolisian berkali-kali berjanji mengusut kasus Udin. Sampai 18 tahun dan kasus kadaluarsa, kasus Udin tak juga terungkap. 

Total ada delapan kasus pembunuhan jurnalis yang ujungnya tak jelas. Ketujuh jurnalis lainnya adalah:

1. Naimullah, jurnalis Harian Sinar Pagi Kalimantan Barat, tewas 25 Juli 1997

2. Agus Mulyawan, jurnalis Asia Press, tewas di Timor Timur 25 September 1999

3. Muhammad Jamaludin, jurnalis TVRI di Aceh, tewas 17 Juni 2003

4. Ersa Siregar, jurnalis RCTI, tewas 29 Desember 2003

5. Herliyanto, jurnalis Tabloid Delta Pos, tewas 29 April 2006

6. Adriansyah Matra'is Wibisono, jurnalis TV lokal Merauke, tewas 29 Juli 2010 

7. Alfred Mirulewan, jurnalis Tabloid Pelangi, Maluku, tewas 18 Desember 2010

Catatan lain dari AJI adalah kebebasan pers di Papua yang masih dikekang. Sampai sekarang masih ada lembaga clearing house yang bertugas membatasi akses setiap jurnalis asing yang ingin meliput ke Papua. Kalaupun berhasil mendapat akses liputan, maka bisa dipastikan jurnalis asing tersebut bakal dikuntit atau bahkan dikawal saat melakukan pekerjaan jurnalistiknya. Jurnalis lokal pun kerap mendapatkan intimidasi. 

Menurut AJI Indonesia, pembatasan akses terhadap jurnalis ini justru akan mendorong munculnya situs yang tidak menerapkan prinsip kerja jurnalistik, yaitu mengedepankan konfirmasi dan verifikasi. Dengan mengembalikan keterbukaan akses jurnalis di Papua, publik diuntungkan dengan informasi yang kredibel dan dipercaya. 

Tema Hari Kebebasan Pers Sedunia 2015 adalah "Let Journalism Thrive! Towards Better Reporting, Gender Equality & Media Safety in the Digital Age". Hari Kebebasan Pers Seduania ini diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB tahun 1993.

  • #WPFD2015
  • hari kebebasan pers
  • AJI Indonesia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!