BERITA

Pengamat Militer: Idealnya Kapal Selam Digunakan selama 25 Tahun

Pengamat Militer: Idealnya Kapal Selam Digunakan selama 25 Tahun
KN SAR Antasena 234 di Pelabuhan Tanjung Wangi Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (22/4/2021), untuk membantu mencari KRI Nanggala. (Foto: ANTARA/Budi Candra)

KBR, Jakarta- Keandalan kapal selam KRI Nanggala 402 tidak perlu diragukan, meski sudah berusia lebih dari 40 tahun. Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menyebut, kapal selam buatan Jerman ini sebagai kapal sejuta umat yang masih banyak dipakai sejumlah negara di dunia.

Namun, menurutnya, perlu diimbangi dengan proses perawatan, perbaikan dan pemeriksaan atau maintenance, repair, and overhaul (MRO) yang baik. 

"Jadi gini mau hebat kayak apa pun penerbang tempur, kapten kapal perang, kapten submarine atau pemimpin di dalam segala macam jenis alat perang jika MRO-nya atau petugas MRO-nya atau kru MRO-nya kemudian tidak mumpuni ya enggak akan bisa. Sekali lagi ya kenapa karena mereka ini yang punya keputusan-keputusan waktu alat ini mesti dirawat atau di-repair tadi misalnya, komponen seperti apa sih, bagaimana cara dia membuat order, kemudian bagian penerimaannya tahu enggak barang itu baru, tahu enggak barang itu beka, tahu enggak itu barang secondhand, atau barangnya itu KW, kemudian juga aspek quality control dia mesti paham betul. Karena kenapa, kalau sampai ada apa-apa di sana itu membahayakan jiwa dan ini bukan jiwa siapa-siapa jiwa manusia, manusianya siapa, putra putra terbaik bangsa yang dididik loh mereka itu susah banget dididiknya apalagi kalau kapal selam ya," kata Connie kepada KBR, Kamis (22/4/2021).

Idealnya 25 Tahun

Namun, Connie menyebut, sebagus-bagusnya perawatan yang dilakukan, idealnya kapal selam hanya digunakan selama 25 tahun. Kata dia, membangun kekuatan angkatan bersenjata untuk pertahanan bangsa tidak bisa hanya membangun moril prajurit, tetapi juga harus didukung alutsista yang baik.

"Kita tuh terlalu sering datang kecelakaan lupa, datang kecelakaan lupa. Nanti begitu rapat di DPR, anggaran naik, seluruh bangsa Indonesia atau seluruh orang itu bilang, aduh ngapain anggaran pertahanan tinggi-tinggi emang mau perang, that's a very silly statement menurut saya. Sekali lagi, negara normal manapun dia perlu tentara, perlu tentara seperti apa, tentara yang kita beri perlengkapan tentara yang siap perang dengan segala macam alutsistanya. Ketika saya ngomong perang ini bisa perang tradisional bisa perang nontradisional, bisa operasi militer perang betulan atau operasi militer nonperang seperti bencana. Itu siapa yang di-deploy saya mau tanya, kalau ada apa-apa. Anggaplah nggak ada apa-apa, siapa yang dideploy pertama? angkatan kan? angkatan bersenjata kita. Nah, ini artinya kita tuh enggak bisa memperlakukan mereka seperti ini, sedih saya. Apalagi sekarang kita jelas-jelas tahu ada alutsista yang sebenarnya sehebat-hebatnya kita bisa ngakalin tapi dia sudah usang, sehebat-hebatnya kita bisa sulap mereka itu sudah harus dimodernisasi," imbuhnya.

Connie meminta pemerintah memerhatikan alokasi anggaran untuk belanja alutsista. Kata dia, pembelian alutsista harus benar-benar memerhatikan integrasi dari setiap angkatan, baik itu darat, laut dan udara.

"Sekali lagi kalau anggaran pertahanan itu kan sudah jelas di kita, ini memang jadi lucu sebenarnya makanya kalau saya sarankan Kementerian Pertahanan ini, ini harusnya jangan cuma jadi satu-satunya pengguna anggaran, tapi harus dibagi kepada kepala staf atau paling tidak kepada panglima TNI nya lah, harus dua. Kenapa, sehingga dia itu bisa menentukan sebenarnya itu apa, ini kan sekarang mereka mau apa, ntar di Kemhan diotak-atik berubah gitu loh. Nah, ini yang tidak boleh terjadi sebenarnya. Jadi sekarang yang mesti terjadi adalah penggunaan anggaran okelah di Kemhan untuk sesuatu yang penting, tapi untuk yang se-krusial dan itu betul-betul berhubungan langsung dengan deploy yang strategis seperti kapal selam itu harusnya jatuh di keputusan panglima TNI saja, atau atau malah kalau perlu turunkan lagi ke kepala kepala staf," pungkasnya.

Oksigen dalam Kapal untuk 72 Jam

Sebelumnya, kapal selam KRI Nanggala hilang kontak di perairan Bali ketika melakukan kegiatan penembakan torpedo, Rabu (21/4/2021). Kapal ini membawa 53 kru di dalamnya. Proses pencarian kapal tersebut berpacu dengan waktu.

Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Yudo Margono memperkirakan oksigen dalam kapal selam hanya mampu bertahan hingga 72 jam dalam kondisi black out.

"Kemampuan oksigen KRI, apabila kondisi yang diperkirakan black out seperti sekarang ini mampu (bertahan) 72 jam atau kurang lebih tiga hari. Sehingga kalau kemarin saat hilang kontak jam 3, nanti bisa sampai Sabtu jam 3. Sehingga 72 jam ," kata Yudo saat konferensi pers daring Kamis, (22/4/2021).

Dia berharap KRI Nanggala-402 bisa segera ditemukan sebelum oksigen tersebut benar-benar habis. Kata Yudo, dari magnetometer KRI Rimau ditemukan kemagnetan tinggi di suatu titik yang kedalaman kurang lebih 50—100 meter melayang di dalam air. Harapannya, kemagnetan yang tinggi tersebut berasal dari KRI Manggala.

"Mudah-mudahan nanti sore kami bisa aksi menggunakan mutlybeam echosounder yang sekarang kami pasang di KRI Rimau Portable dan mudah-mudahan KRI Rigel bisa datang. Ini nanti bisa lebih rinci lagi supaya ditemukan apa yang memiliki kemagnetannya tinggi itu," tambahnya.

Presiden Perintahkan Pengerahan Kekuatan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan saat ini fokus utama pencarian kapal selam KRI Nanggala-402 adalah keselamatan awak kapal. Jokowi juga telah meminta semua pihak mengerahkan kekuatan agar KRI Nanggala-402 segera ditemukan.

"Saat ini panglima TNI dan Kasal memimpin langsung upaya pencarian di lapangan dan juga telah memerintahkan panglima TNI, Kasal dan Basarnas bersama-sama dengan instansi terkait lainnya untuk mengerahkan segala kekuatan dan upaya yang optimal mungkin melakukan upaya pencarian dan penyelamatan prioritas utama adalah keselamatan 53 awak kapal," kata Jokowi dalam keterangan Pers, Kamis (22/4/2021).

Jokowi mengajak seluruh masyarakat mendoakan agar upaya pencarian dan penyelamatan ini diberikan kemudahan, sehingga seluruh awak dapat ditemukan dalam keadaan selamat.

KRI Nanggala 402 menjadi bagian dari alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia sejak 1981. Kapal ini diproduksi oleh Howaldtswerke, Kiel, Jerman pada 1979. Nama Nanggala diambil dari nama senjata dalam tokoh pewayangan.

Editor: Sindu Dharmawan

  • KRI Nanggala 402
  • Kapal Selam
  • KRI
  • TNI AL
  • Pencarian Kapal Selam

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!