HEADLINE

Siyono Tewas, Anggota Densus 88 Akui Tendang ke Dada

Siyono Tewas, Anggota Densus 88 Akui Tendang ke Dada

KBR, Jakarta- Anggota Densus 88 Anti Teror yang bertanggungjawab menjaga Siyono saat menuju tempat persembunyian senjata akui menendang Siyono. Kata Kapolri Badrodin Haiti, saat pemeriksaan kemarin, anggota tersebut mengaku ada tendangan lutut ke dada Siyono.

"Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara ada pendarahan di otak. Tapi menurut autopsi memang ada patahnya tulang rusuk yang mengenai jantungnya. Setelah kita cross check, ternyata memang mengakui bahwa dia menendang dengan lututnya. Mungkin itu yang akhirnya mengenai dadanya," ujar Badrodin, Rabu(20/4/2016).

Pada rapat dengan Komisi Hukum DPR RI hari ini, Kapolri mengakui anggotanya telah menyalahi prosedur. Usai ditangkap Densus, Siyono dijaga seorang petugas dan tidak diborgol.

Kepolisian  mengaku sudah mengevaluasi prosedur. Kemarin, mereka juga telah melakukan sidang etik pertama terhadap pelaku. Badrodin tidak menutup kemungkinan jika ada yang ingin membawa ini ke jalur pidana. Namun, Kepolisian tetap akan memeriksa bukti dan keterangan saksi terlebih dahulu.

Menurut kronologi versi Kepolisian, Siyono disebut melawan dan berusaha kabur saat dalam perjalanan menuju tempat persembunyian senjata. Siyono menerima senjata berupa dua pucuk senapan laras pendek dari Awang, Kepala Divisi Investigasi Jamaah Islamiyah. Awang sebelumnya telah ditangkap di Temanggung.

Terkait banyaknya terduga teroris yang mati saat pemeriksaan atau penangkapan, Badrodin mengatakan  hal itu dikarenakan perlawanan yang diberikan teroris selalu hebat.

"Doktrin mereka kan. Mereka ga mau kita korek informasinya. Jadi berusaha melawan dengan cara apapun. Rebut senjata, berkelahi. Mereka ga mau kita korek informasinya. Mereka merasa lebih baik mati."

Hanya Akal-akalan


Kuasa Hukum terduga teroris Siyono, Srikalono menganggap sidang etik terhadap dua Anggota Densus hanya akal-akalan. Dengan begitu, para pelaku takkan dijerat dengan tindak pidana.


Sebab menurutnya, sidang itu dilakukan secara tidak transparan. Sehingga hasil sidang tersebut nantinya takkan memuaskan keluarga. Seharusnya kata Siyono, sidang etika semacam itu bisa dilakukan secara terbuka. Ia memberi contoh sidang etik Anggota TNI, yang bisa dilakukan terbuka.


"Pengadilan semacam itu seharusnya bisa digelar secara terbuka, tapi kenapa malah dilakukan tertutup? Untuk menjamin transparansi, seharusnya pengadilan semacam ini bisa dilakukan secara terbuka. Seperti sidang etik Anggota TNI misalnya. Jadi masyarakat bisa mengetahui," katanya.


Hari ini, sidang etik terhadap dua anggota densus kembali digelar. Sebelumnya, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri sempat meminta keterangan dari Marso, yang merupakan ayah dari Siyono. 

Marso menolak menghadiri persidangan itu lantaran tidak diizinkan didampingi oleh kuasa hukumnya. Selain itu, sidang etika tersebut juga berlangsung secara tertutup. Hal tersebut menyebabkan masyarakat tidak bisa mengikuti jalannya persidangan. Sehingga keluarga menganggap hasil sidang bisa dimanipulasi.

Editor Rony Sitanggang

 

  • Dewan Etik Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Div Propam)
  • terduga teroris Siyono
  • marso
  • Kapolri Badrodin Haiti
  • sidang etik anggota densus 88

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!