HEADLINE

Simposium Tragedi 1965 Akan Dihadiri Korban dan Pelaku

"“Kegiatan ini diselenggarakan oleh panitia bersama, bekerja sama dengan pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Politik, hukum, dan Keamanan.""

Simposium Tragedi 1965 Akan Dihadiri Korban dan Pelaku
Ilustrasi

KBR, Jakarta– Simposium nasional bertajuk “Membedah Tragedi 1965” akan dihadiri korban dan pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terlibat dalam peristiwa itu. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang juga menjadi panitia simposium Sidarto Danusubroto mengatakan, akan ada 200 orang berbicara dalam simposium itu.

“65 ini adalah yang terbesar dari pelanggaran HAM masa lalu. Nanti kita berikan satu rekomendasi buat pemerintah. Kami mengundang dalam simposium kurang lebih 200 dari semua stakeholders di bidang human right. Narasumbernya juga kita undang dari aktivis HAM, para ahli sejarawan, juga beberapa korban, kesaksian korban sebagai narasumber,” kata Sidarto di gedung Dewan Pers, Rabu (13/04/16).

Sidarto mengatakan, korban yang diundang adalah eks Partai Komunis Indonesia dan keluarga pahlawan revolusi Indonesia. Mereka misalnya Cetherine Pandjaitan, Stevlana Nyoto, dan Nani Nurani. Selain itu, ada pula pelaku yang akan dihadirkan dalam simposium itu. Kata dia, pelaku ini bukan berarti orang yang melakukan kekerasan HAM, tetapi orang yang mengalami peristiwa secara langsung, seperti bekas ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional dr. Sulastomo.

Selain itu, simposium juga akan dihadiri akademisi, psikolog, psikiater, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Sidarto mengatakan, hasil simposium yang berupa rekomendasi itu akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk dijadikan pertimbangan menyelesaikan masalah pelanggaran HAM pada 1965. Meski begitu, kata Sidarto, semua keputusan tetap berada di tangan Presiden. Dia berharap, salah satu kebijakan yang bakal diambil pemerintah terkait tragedi 1965 adalah payung hukum yang akan melindungi korban pelanggaran HAM.

Didukung Menkopolhukam

Panitia simposium nasional bertajuk “Membedah Tragedi 1965” mengklaim acaranya tetap berjalan independen, meski disokong oleh Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. Panitia simposium Agus Widjojo mengatakan, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan membebaskan panitia merencanakan dan menjalankan sendiri simposium itu.


“Kegiatan ini diselenggarakan oleh panitia bersama, bekerja sama dengan pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Politik, hukum, dan Keamanan. Tidak berarti juga bahwa panitia ini adalah tangan pelaksana Kementerian koordinator tersebut. Menko memberi keleluasaan seluas-luasnya kepada kami panitia untuk menentukan segala hal tentang simposium ini, tentang bentuk, tentang siapa yang akan diundang, tentang metodologi, tentang tujuan, dan tentang apa yang didapatkan nanti,” kata Agus di gedung Dewan Pers, Rabu (13/04/16).

Agus mengatakan, bekerja sama dengan pemerintah justru memberikan keuntungan. Kata dia, berdasarkan pengalamannya, kegiatan sebesar simposium akan kandas di tengah jalan jika tidak melibatkan instansi pemerintah. Selain itu, pemerintah jugalah yang nantinya akan menerima hasil simposium itu berupa rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM berat pada 1965.

Agus berujar, kewenangan menindaklanjuti rekomendasi itu berada di tangan pemerintah, karena tidak mungkin panitia simposium menjalankan sendiri rekomendasi itu. Kewenangan yang dimaksud Agus adalah untuk mempertimbangkan reparasi, amnesti, dan menuntut akuntabilitas.

Simposium nasional “Membedah Tragedi 1965” akan diadakan pada 18 dan 19 April 2016. Simposium itu akan dibuka oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan. Simposium itu adalah upaya menuntaskan permasalahan sejarah tragedi 1965 agar tidak perlu diwariskan kepada generasi mendatang.


Editor: Rony Sitanggang

  • Korban Pelanggaran HAM 1965
  • Simposium nasional “Membedah Tragedi 1965”
  • Anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang juga menjadi panitia simposium Sidarto Danusubroto
  • Panitia simposium Agus Widjojo
  • Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan
  • #melawanlupa

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!