KBR, Jakarta– Presiden Joko Widodo diminta membentuk komisi khusus yang seluruh anggotanya perempuan untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran (hak asasi manusia) dalam tragedi 1965. Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, usul itu terinsipirasi dari panitia seleksi (pansel) pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi tahun lalu.
“Untuk pengungkapan itu perlu dibentuk komite kepresidenan untuk
pengungkapan kebenaran itu yang terdiri dari tim independen. Menurut saya, diisi
oleh sembilan orang perempuan. Idenya dari dulu panitia seleksi itu, wanita dan
sembilan. Nanti orangnya mereka yang sudah terlibat dalam pembelaan hak asasi
manusia di Indonesia. Banyak orangnya,” kata Sejarawan Asvi Warman Adam di Hotel Aryaduta, Senin
(18/04/16).
Asvi mengatakan, Pansel pemimpin KPK yang beranggotakan
sembilan perempuan terbukti mampu menyelesaikan proses pemilihan pemimpin lembaga
antirasuah itu dengan baik. Dia berujar, Jokowi perlu mengambil strategi serupa
untuk penyelesaian tragedi 1965.
Asvi berujar, persoalan tragedi 1965 yang belum selesai sangat
merugikan korban yang terstigma bersalah. Dia mencontohkan, para korban tragedi
itu merasa ketakutan seumur hidup, tidak diakui sebagai warga negara Indonesia,
dan tidak diterima dalam kehidupan sosial-masyarakat.
Hari ini hingga besok, digelar simposium nasional untuk
menyelesaikan persoalan pelanggaran hak asasi manusia pada tragedi 1965. Pada simposium
itu, salah satu solusi yang diusulkan adalah
melalui jalur nonyudisial atau rehabilitasi. Jika menggunakan metode
rehabilitasi, berarti pemerintah harus membersihkan nama korban yang selama ini
dianggap terlibat dalam Tragedi 1965.
Editor: Rony Sitanggang