HEADLINE

Psikolog Sosial: Stigma PKI Dilanggengkan Pemerintah

"Melalui buku dan film stigma terhadap PKI dilanggengkan rezim Soeharto"

Dian Kurniati

Psikolog Sosial: Stigma PKI Dilanggengkan Pemerintah
Simposium Tragedi 1965

KBR, Jakarta - Psikolog sosial, Idhamsyah Eka Putra menuturkan buku-buku sekolah yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada rezim Soeharto turut menyumbang stigma negatif terhadap korban tragedi 1965/66. "Buku Kemendikbud isinya luar biasa. Pembubaran juga sesuai amanat Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Lalu juga soal pembubaran menteri-menteri karena diragukan etikanya," jelasnya.

Stigma PKI di tengah masyarakat juga dibentuk melalui film garapan Orde Baru. Akibatnya stigma tersebut kian buruk di Indonesia. "Di Indonesia label kata PKI adalah sebuah stigma sosial. Dalam level negatif, yang paling negatif adalah saya PKI dibandingkan saya China atau cacat. Nah dampak orang yang terstigmakan macam-macam bisa dikucilkan, bisa direndahkan," imbuhnya.

Bahkan, stigma komunis/PKI kerap digunakan kelompok tertentu untuk menjatuhkan seseorang, seperti saat Jokowi Widodo maju dalam Pilres 2014 lalu.

"Pada pemilu lalu kita sama-sama menyaksikan jokowi difitnah sebagai orang PKI. Ada yang memainkan, pasti ada alasan tersendiri, efeknya jelas ingin menjatuhkan jokowi. Nah di indonesia kalau dilabeli PKI efeknya saya sudah ngerti, sudah banyak cerita-cerita kenapa stigma itu muncul," kata Idhamsyah.

Sementara terkait isu permintaan maaf kepada orang-orang yang dituduh PKI, ia menuturkan ada 3 pendapat berbeda dalam masyarakat. Pertama, kelompok yang berpendapat tidak perlu meminta maaf karena PKI dianggap jahat. Kedua, kelompok yang sedikit merasa bersalah karena telah membunuh orang-orang yang dinilai terlibat PKI. Ketiga yaitu kelompok yang menilai hal ini salah tapi malu mengungkapnya ke dunia internasional.


Editor: Damar Fery Ardiyan

  • simposium tragedi 1965
  • stigma pki
  • tragedi65

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!