HEADLINE

Mappi: KPK Jangan Berhenti Pada OTT Penegak Hukum, Bersihkan Juga Sistemnya

Tersangka suap di Kejati Jawa Barat Deviyanti Rochaeni. Deviyanti yang menjadi Jaksa Pidana Khusus K

KBR, Jakarta - Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhenti pada operasi tangkap tangan praktik korupsi penegak hukum.

Peneliti MaPPI FHUI, Dio Ashar Wicaksana berharap KPK menindaklanjuti berbagai aksi tangkap tangan itu dengan membuat rekomendasi perbaikan terhadap sistem peradilan yang selama ini masih korup.


Dio Ashar mengatakan selama ini sebetulnya sudah banyak rekomendasi dari lembaga lain seperti Bappenas terkait perbaikan manajemen perkara di lembaga peradilan.

"Kita berharap bukan saja orangnya yang ditangkap. Tetapi sistemnya juga benar-benar dibersihkan. Harapannya, dengan penangkapan-penangkapan itu membuka bagaimana sistem korupsi di peradilan lainnya sehingga bisa dibuat sistem pencegahan perilaku koruptif di aparat penegak hukum," kata Dio Ashar Wicaksono kepada KBR, Kamis (21/4/2016).


"Perlu jadi fokus utama adalah bagaimana penanganan perkara. Karena dari berbagai kasus yang ditangani KPK, itu terkait penaganan perkara. Baik di MA, Kejaksaan. Saya tidak tahu di pengadilan ini apa dalam penanganan perkara atau tidak. Tapi kita bisa melihat bahwa penanganan perkara merupakan salah satu hal yang perlu diperbaiki untuk mengurangi judicial corruption," kata Dio Ashar Wicaksono.


Dio menambahkan salah satu tujuan dari perlunya rekomendasi KPK adalah agar sistem manajemen perkara di institusi hukum bisa transparan dan terintegrasi. Menurutnya, manajemen penanganan perkara, mulai dari tahap penyidikan di Kepolisian dan Kejaksaan, proses persidangan, hingga eksekusi dan penahanan di Lapas Kementerian Hukum dan HAM harus transparan. Dio Ashar mengatakan undang-undang sudah mengamanatkan agar data penanganan perkara dibuka ke publik. Namun, penerapan selama ini sangat minim.


"Misalnya penanganan perkara di Kejaksaan, sudah ada program untuk membuat sistem penanganan perkara lebih cepat, efektif, efisien dan dipublikasikan. Tapi implementasinya sangat minim. Pengalaman Mappi pada 2014, kita coba uji implementasi itu, hasilnya masih sangat minim data-data yang bisa didapat dari situ. Ketika transparansi tidak terlalu terbuka, masyarakat untuk mengukur dan mencegah calo itu tidak optimal," kata Dio Ashar.


Ia mengatakan rekomendasi KPK ini bisa jadi legitimasi, agar institusi penegak hukum ini bisa mempercepat sistem manajemen perkara.


"Setahu saya, Bappenas sudah mengusulkan adanya publikasi data penanganan perkara secara integrated, mulai dari tahap penyidikan hingga Lapas. Rekomendasi KPK dibutuhkan untuk mempercepat proses pembukaan manajemen perkara terintegrasi ini," lanjut Dio.


Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Rabu kemarin kembali melakukan operasi tangkap tangan terhadap aparat penegak hukum. Seorang panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditangkap KPK. Penangkapan ini merupakan yang keempat kalinya dilakukan KPK terhadap aparat penegak hukum.


Sebelumnya, KPK menangkap Kepala Sub Direktorat Kasasi dan PK di Mahkamah Agung, Agung Andri Tristanto. Ia diduga menerima suap Rp400 juta rupiah dari pengusaha.


KPK selanjutnya menangkap tangan sejumlah orang yang diduga terlibat suap dalam penghentian kasus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sejumlah orang itu diduga hendak menyuap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI.


KPK juga membongkar kasus dugaan suap di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terkait dengan penyelewengan dana BPJS Kesehatan.


Editor:  Rony Sitanggang

  • Dio Ashar
  • MaPPI
  • KPK
  • penanganan perkara
  • hukum
  • Mahkamah Agung
  • Kejaksaan Agung

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!