HEADLINE

Larang STNK Uber dan Grab Atas Nama Pribadi, Ini Alasan Kemenhub

Larang STNK Uber dan Grab  Atas Nama Pribadi, Ini Alasan Kemenhub

KBR, Jakarta – Kementerian Perhubungan melarang surat tanda nomor kendaraan (STNK) mobil yang menjadi armada angkutan online seperti Grab dan Uberatas nama pribadi. STNK harus   perusahaan  atau koperasi. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto mengatakan, kebijakan itu untuk menjamin mobil itu terdaftar dan memberikan keamanan pada penumpang.

Kata dia, para pemilik mobil itu merasa keberatan dengan kebijakan itu karena pengalihan nama memerlukan proses dan biaya.

“Yang agak krusial itu agaknya tidak mau kalau kemudian menjadi badan hukum di STNK-nya. Pastikan dia balik nama, bayar. Ada PNBP-nya. Yang tidak boleh itu, polisi menaikkan harga PNBP itu. Saya sih menjawabnya gampang saja. Kita kalau mau usaha, keluar modal lah. Masak begitu saja enggak mau. Selesai. Masak mau enak saja. Makanya harganya jadi murah,” tegas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto, Jumat (22/04). 


Pudji mengatakan, dalam Peraturan Menteri nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek, pemerintah mewajibkan penyedia layanan transportasi online berbadan hukum dan mobil sebagai armada menjadi milik perusahaan. Sehingga, STNK mobil yang digunakan untuk membawa penumpang harus dialihnamakan dari nama pribadi menjadi perusahaan atau koperasi.

Pudji berujar, agar tidak merugikan pemilik kendaraan karena harus dialihnamakan menjadi koperasi, diperlukan perjanjian yang disahkan notaris. Perjanjian itu akan memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak yang bermitra, termasuk durasi berlakunya. Seandainya ke depannya terjadi konflik, kata Pudji, maka penyelesaian masalahnya dapat merujuk pada surat perjanjian.


Pada 1 April 2016 lalu, Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Regulasi itu akan mengatur jenis pelayanan, pengusahaan, penyelenggaraan angkutan umum dengan aplikasi berbasis teknologi informasi, pengawasan angkutan umum, peran serta masyarakat, dan sanksi administratif bagi yang melanggar. Aturan itu akan berlaku mulai enam bulan sejak diundangkan.


Editor: Rony Sitanggang


 

  • tarif taksi
  • Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!