HEADLINE
Ini Puisi Provokatif Taufiq Ismail
KBR, Jakarta- Taufiq Ismail dipaksa berhenti saat membacakan puisi di hadapan peserta Simposium Nasional Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta. Pujangga sepuh ini dianggap memprovokasi peserta simposium dengan bait puisi mengenai rezim komunis yang kejam, begitu juga dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sebelum G30S, Taufiq memang dikenal benci dengan PKI. Ia sempat menggagas Manifes Kebudayaan yang berjargon "humanisme universal" atau seni untuk seni. Goenawan Mohamad adalah satu dari sekian banyak sastrawan yang menandatangani gerakan ini. Kelompok ini lah yang kemudian berseteru dengan seniman/sastrawan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Seniman Lekra menyebut gerakan ini sebagai Manikebo alias air mani kerbau. Berikut petikan puisi Taufiq Ismail:
Dua orang cucuku, bertanya tentang angka-angka
Datuk-datuk, aku mau bertanya tentang angka-angka
Kata Aidan, cucuku laki-laki
Aku juga, aku juga, kata Rania cucuku yang perempuan
Aku juga mau bertanya tentang angka-angka
Rupanya mereka pernah membaca bukuku tentang angka-angka dan ini agak mengherankan
Karena mestinya mereka bertanya tentang puisi
Tetapi baiklah,
Rupanya mereka di sekolahnya di SMA ada tugas menulis makalah
Mengenai puisi, dia sudah banyak bertanya ini itu, sering berdiskusi
Sekarang Aidan dan Rania datang dengan ide mereka menulis makalah tentang angka-angka
Begini datuk,
Katanya ada partai di dunia itu membantai 120 juta orang, selama 74 tahun di 75 negara
Kemudian kata Aida dan Rania, ya..ya..120 juta orang yang dibantai
Setiap hari mereka membantai 4500 orang selama 74 tahun di 75 negara
(Huuuuu..)
Kemudian mereka bertanya
Datuk-datuk, kok ada orang begitu ganas..?
(Weeeeeee...)
Kemudian dia bertanya lagi, kenapa itu datuk? Mengapa begitu banyak?
Mereka melakukan kerja paksa, merebut kekuasaan di suatu negara
Kerja paksa
Kemudian orang-orang di bangsanya sendiri berjatuhan mati
Kerja paksa
Kemudian yang ke dua
(Huuuuuu...)
Sesudah kerja paksa,
Program ekonomi diseluruh negara komunis tidak ada satupun yang berhasil
Mati kelaparan, bergelimpangan di jalan-jalan
Kemudian yang ketiga,
Sebab jatuhnya Puisi ini
(Huuuuuu...)
Sebabnya adalah mereka membantai bangsanya sendiri, mereka membantai bangsanya sendiri
Di Indonesia
Pertamakali di bawa oleh Musso, di bawa Musso. Di Madiun mereka mendengarkan pembantaian
(Saya persingkat 4x)
(Provokator! Itu bukan baca puisi!)
(Huuuuuuu)
Selesai
(Baik saudara-saudara mic saya ambil alih)
- Kontroversi Puisi Taufik Ismail
- Simposium nasional “Membedah Tragedi 1965”
- Panitia Pengarah Simposium Agus Widjojo
- tragedi65
Komentar (4)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!
Suprihatin8 years ago
Mengapa dia harus dihentikan dan dimaki-maki? Jika mereka yang percaya PKI tak sepenuhnya bersalah maka pihak yang berlawanan pendapat mestinya juga diperbolehkan. Kita tidak bisa menuntut transparansi dengan melakukan ketertutupan. Apalagi itu puisi, bukan buku sejarah.
Hepi Riza Zen8 years ago
Kenapa harus disuruh berhenti? Aneh. Bukankah apa yang disampaikan Taufik Ismail benar adanya? Masyarakat Indonesia umumbya sudah tahu. Pernyataan bahwa puisi Taufiq Ismail adalah provokatif merupakan fitnah dan disampaikan oleh orang yang tidak objektif.
Husnu Abadi8 years ago
Zaman telah berubah. Puisi Taufiq Ismail itu, telah cukup lama ditulis. Acara simposium kesejarahan 1945, ternyata pesertanya mayoritas korban 1965........apakah Ini merupakan awal kebangkitan gerakan komunis baru ? Bgmn rekan2 militer, khususnya TNIAD.......?..
tsabitul haq7 years ago
120jt dalam kurun 74th??? Lebih besar dari korban perang sepanjang sejarah manusia!