HEADLINE

Aktivis HAM: Lewat Komisi Kebenaran Pembuktian Jumlah Korban 1965

""Soal angka itu belum ada datanya. Karena itu dibutuhkan proses pengungkapan kebenaran," kata Direktur Asia Justice and Rights (AJAR) Galuh Wandita."

Agus Lukman

Aktivis HAM:  Lewat Komisi Kebenaran Pembuktian Jumlah Korban 1965
Seorang ibu keluarga korban tragedi 1965-1966 mendatangi Komnas HAM. (Foto: komnasham.go.id)

KBR, Jakarta - Pegiat hak asasi manusia meminta pemerintah berhenti membuat polemik soal jumlah korban tragedi 1965.  Direktur Asia Justice and Rights (AJAR) Galuh Wandita mengatakan hingga saat ini memang tidak ada data pasti berapa jumlah korban dalam tragedi 1965.


Galuh yang juga co-convener Koalisi Keadlan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) mengatakan untuk memastikan jumlah korban itu maka pemerintah harus melakukan upaya mengungkap kebenaran peristiwa itu. Hal itu sudah didesakkan oleh para pihak termasuk korban 1965 dalam Simposium Nasional Tragedi 1965, selama dua hari lalu.


Galuh mengatakan para korban dan keluarga korban berhak tahu mengenai apa yang terjadi pada peristiwa 1965 dan berapa jumlah korban. Sementara, negara berkewajiban meneliti dan menginvestigasi untuk mendapatkan angka perkiraan korban yang paling benar.


"Soal angka itu belum ada datanya. Karena itu dibutuhkan proses pengungkapan kebenaran. Proses pengungkapan kebenaran yang (juga pernah) dilakukan di berbagai negara yang sudah  situasi konflik, untuk menghasilkan angka estimasi kematian. Itu sebuah penelitian upaya investigasi yang besar. Biasanya harus ada proses penggalian kuburan, pengambilan dokumentasi, arsip, dan lain-lain," kata Galuh kepada KBR, Rabu (20/4/2016).


Galuh mengatakan banyak aktivis HAM, pendamping korban dan keluarga korban tragedi 1965 yang sudah mengumpulkan data-data mengenai kuburan massal. Namun data itu belum menyeluruh (parsial).


"Informasi itu juga harus dikumpulkan. Belum ada yang bisa mengatakan ada berapa titik (kuburan massal) seluruhnya. Karena memang pembunuhan itu terjadi secara masif. Kalau kita dengar dari hasil-hasil dokumentasi, ini harus dikumpulkan, dari Aceh, Sumbar, Sumut, sampai ke Timor Barat, Alor, dan sebagainya. Data awal sudah ada yang mengumpulkan, tapi belum bisa dibilang ada berapa titik," kata Galuh.


Galuh menekankan, menjadi tugas negara untuk mengumpulkan data-data korban tragedi 1965-1966 secara menyeluruh, transparan, dan mengungkapkan kebenaran kasus itu kepada publik.


Menantang bukti


Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mempertanyakan data korban tewas tragedi 1965 yang kabarnya sampai 500 ribu orang. Ia bahkan menantang untuk memberikan bukti mengenai kuburan massal para korban.


"Kalau tidak ada alat bukti yang bisa membuktikan kenapa mesti ribut, bahwa ada yang meninggal pada tahun 1965, yes. Tapi jumlahnya tidak seperti yang disebut-sebutkan sampai 400 ribu apalagi jutaan. Tidak ada alat bukti sedikit pun yang mengarah ke situ. Saya malah minta kalau ada yang memberikan buktinya, kita pergi lihat gali kuburan massalnya," Kata Luhut Binsar Pandjaitan di Balai Sidang Universitas Indonesia Depok, Rabu (20/04/2016).


Dalam Simposium Nasional bertajuk "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan", Luhut juga meragukan data korban jiwa dalam peristiwa itu. Ia tidak yakin jumlah korban tragedi 1965 mencapai puluhan ribu atau ratusan ribu.


Menanggapi hal itu, Galuh Wandita mengatakan bukan tugas korban untuk membuktikan berapa jumlah korban, melainkan itu menjadi tanggung negara.


"Bagaimana caranya? Ya harus dilakukan dengan proses pengungkapan kebenaran yang independen dan imparsial. Tim atau Komisi Pengungkap Kebenaran dibentuk oleh negara tapi melibatkan orang-orang yang imparsial, punya keahlian," kata Galuh.


Galuh mengatakan Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain yang sebelumnya berupaya mengungkap kebenaran dalam tragedi nasional, seperti di Timor Leste, Bosnia, Peru dan lain-lain. Termasuk menggunakan sensus angka kematian.


"Di Komisi Kebenaran Timor Leste, sensus kematian tragedi masa lalu ini dilakukan untuk mengetahui angka kematian konflik 1975-1999. Mereka mencari kematian lewat tiga sumber data. Mulai dari meneliti dan menghitung jumlah batu nisan, melakukan sensus terbatas secara acak tapi menggunakan metode statistik yang benar, serta menggunakan data kesaksian korban atau keluarga korban," lanjut Galuh.


Dari hasil penelitian Komisi Kebenaran itu, kata Galuh, Timor Leste bisa dengan lega menyebutkan ada 100 ribu hingga 150 ribu orang tewas dalam konflik 1975-1999. Jumlah korban tewas itu tidak hanya karena dibunuh, tapi juga karena kekurangan makanan atau penyakit akibat konflik.


Editor: Rony Sitanggang

  • tragedi 1965
  • Galuh Wandita
  • Komisi Kebenaran
  • korban 1965
  • tragedi65

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!