HEADLINE

Pernikahan Dini Membuat IPM di NTB Stagnan

"Pejabat di NTB menyatakan, peningkatan IPM suatu daerah sangat erat dan banyak dipengaruhi angka harapan hidup ibu dan anak. "

Turmuzi

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Nusa Tenggara

KBR, Mataram – Masih tingginya angka pernikahan usia dini di Nusa Tenggara Barat (NTB), terutama di Lombok, menjadi salah satu pemicu stagnannya tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masyarakat NTB. IPM di provinsi ini tidak kunjung naik dan tetap berada urutan bawah

Menurut Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Nusa Tenggara Barat (NTB), Wismaningsih Drajadiah, peningkatan IPM suatu daerah sangat erat dan banyak dipengaruhi angka harapan hidup ibu dan anak.


Di NTB sendiri, kata dia, angka kematian ibu dan anak masih saja sering terjadi. Hal ini akibat pernikahan usia dini yang secara aturan memang diperbolehkan, tapi berdampak terhadap kehidupan keluarga, karena tidak dipersiapkan secara maksimal


“Jadi sudah sangat cukup parah ya, kondisi angka perkawinan pertama yang terjadi di NTB, dampaknya kita bisa perhatikan, mungkin bisa kita lihat sendiri pada kenyataannya IPM kita tidak pernah berubah, ini juga dipengaruhi dari pembentukan keluarga yang tidak dipersiapkan secara optimal, jadi kalau bisa meningkatkan usia perkawinan masyarakat kita, Insya Allah ini akan mempercepat IPM kita, karena IPM itu banyak sekali dipengaruhi angka harapan hidup” kata Wismaningsih di Mataram, Rabu (1/4/2015)


Tahun 2011, angka pernikahan dini di NTB pernah sampai 20,12 persen, tahun 2012 pernah turun, tapi kemudian kembali naik tahun 2013 sebesar 51,8 persen. Pasangan usia dini di bawah 19 tahun, jika dihitung secara angka jumlahnya bisa mencapai ribuan, dan yang paling tertinggi di Pulau Lombok. Kabupaten Lombok Timur (Lotim) sebagai Kabupaten dengan penduduk paling padat pernah menjadi yang tertinggi, tapi belakangan beralih ke Kabupaten Lombok Tengah (Loteng)


“Untuk tahun 2014 kita masih menunggu dan memang belum dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, harapan kita tentu dengan berbagai program penyuluhan yang sudah dilakukan, angka pernikahan usia dini di NTB akan semakin menurun dan bisa ditekan semaksimal mungkin untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat termasuk IPM,” ujar Wismaningsih.


Menurut nya, masih tingginya angka pernikahan usia dini di Mataram juga tidak terlepas dari pengaruh pergaulan dan media massa yang sudah demikian merajalela mempertontonkan tayangan tidak mendidik dan merusak mental anak remaja.


Karenanya, ia menegaskan, upaya menekan perkawinan usia dini di NTB menjadi tanggung jawab bersama dan tidak bisa disandarkan pada pemerintah semata. Media. Kata dia, diharapkan bisa berkontribusi untuk memberikan tayangan yang mendidik dan menyehatkan


Editor: Anto Sidharta 

  • ntb
  • IPM

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!