BERITA

Anggota Polisi Terlapor Kasus Laskar FPI Tewas, Ini Permintaan Kompolnas dan ISESS

""Kalau misalnya kasus ini lama terungkapnya, itu nanti malah publik curiga gitu ya. Ada apa ini dengan kasus ini? Untuk menepis kecurigaan publik, penyidikan harus dilakukan secara profesional...""

Anggota Polisi Terlapor Kasus Laskar FPI Tewas, Ini Permintaan Kompolnas dan ISESS
Anggota Bareskrim Polri memperagakan rekonstruksi kasus dugaan penembakan enam anggota laskar FPI di Karawang, Jawa Barat.

KBR, Jakarta- Mabes Polri menyebut salah satu anggota Polda Metro Jaya yang menjadi terlapor dalam kasus dugaan unlawful killing atau pembunuhan di luar hukum terhadap empat laskar FPI, tewas karena kecelakaan tunggal.

Juru bicara Mabes Polri Rusdi Hartono mengatakan terlapor mengalami kecelakaan pada awal Januari lalu.

"Salah satu terlapor yaitu atas nama EPZ itu telah meninggal dunia dikarenakan kasus kecelakaan tunggal. Yaitu yang terjadi pada tanggal 3 Januari 2021 sekitar pukul 23.45 WIB. TKP dari kecelakaan tunggal tersebut yaitu di Jalan Bukit Jaya, Kecamatan Setu Kota, Tangerang Selatan," kata Rusdi di Mabes Polri, Jumat (26/3/2021).

Penyidikan Tetap Berjalan

Juru bicara Mabes Polri Rusdi Hartono menambahkan, terlapor berinisial EPZ itu tewas sehari usai kecelakaan terjadi. Namun, Rusdi tak menjelaskan secara gamblang alasan polisi mengumumkan kematian itu sekarang, meski sudah lewat dua bulan dan sudah ada gelar perkara. Ia hanya memastikan penyidikan terhadap kasus ini tetap berjalan.

"Tentunya nanti dalam proses akhir akan disesuaikan dengan aturan yang berlaku sesuai (Pasal) 109 KUHAP, bahwa penyidikan dapat dihentikan karena beberapa hal antara lain tersangka meninggal dunia dan tindak pidana kedaluwarsa," jelasnya.

Kematian Terlapor Jangan Jadi Dalih

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai ada kejanggalan dalam tewasnya salah satu terlapor kasus unlawful killing atau pembunuhan di luar hukum terhadap laskar Front Pembela Islam (FPI).

Bambang menilai ada hal yang aneh ketika kepolisian baru mengumumkannya sekarang. Bambang justru khawatir tewasnya salah satu terlapor ini berpotensi menghambat penanganan perkara.

"Potensi ke arah sana (menghambat penanganan) jelas ada. Hanya saja kan tetap proses hukum kan harus tetap berjalan. Toh, juga ini tidak hanya satu orang saja yang terlibat dalam KM 50 itu, ada beberapa orang. Dan semuanya harus tetap diperjelas gitu lho. Apakah semuanya akan kemudian muncul cerita semuanya (terlapor) meninggal karena kecelakaan? Hal-hal itu kan jelas tidak mungkin dan tidak bisa diterima oleh akal sehat masyarakat gitu," kata Bambang kepada KBR melalui sambungan telepon, Jumat (26/3/2021).

Jangan Ada Rekayasa Penanganan Perkara

Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menambahkan, tewasnya salah satu terlapor dalam kasus ini bisa menghambat penanganan perkara jika yang bersangkutan merupakan saksi kunci atau yang mengetahui detail kejadian. Bambang meminta aparat tak menjadikan itu sebagai dalih sulitnya kasus ini diungkap.

Polisi diminta menggali keterangan dari saksi atau pihak lain. Sebab menurutnya, ada beberapa orang yang terlibat dalam kasus tersebut dan semuanya harus ikut bertanggung jawab.

"Itu bukan pelaku tunggal, namun dalam tim. Makanya tim ini pun harus ada yang bertanggung jawab: kepala satuannya, kepala unitnya di atas mereka. Semuanya kan harus dimintai keterangan. Sehingga semuanya bisa diterima oleh masyarakat," ujarnya.

Bambang mewanti-wanti agar tidak ada rekayasa dalam penanganan perkara ini. Sebab menurutnya, masyarakat sudah cukup cerdas menilai sesuatu yang dirasa tidak masuk akal.

"Semuanya harus masuk pada logika-logika masyarakat dan logika-logika umumlah. Makanya semuanya harus dibuka secara transparan. Tanpa ada transparansi dan menutup-nutupi, akibatnya akan jadi blunder bagi kepolisian sendiri," tambahnya.

Kompolnas Minta Polri Buka Kronologis Tewasnya Terlapor

Hal senada disampaikan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Anggota Kompolnas Poengky Indarti meminta Polri membuka ke publik kronologis tewasnya satu terlapor itu. Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dan kecurigaan publik.

"Jadi ini kan kalau ditutup-tutupi terus kemudian enggak transparan, tiba-tiba ada yang meninggal, nanti ada yang menduga-duga 'wah ini sengaja kasus ini dipetieskan (dihentikan, red) model-model seperti itu. Nah, hal-hal seperti itu agar jangan sampai terjadi maka harus diungkapkan secara transparan," kata Poengky kepada KBR melalui sambungan telepon, Jumat (26/3/2021).

Penyidikan Harus Profesional

Anggota Kompolnas Poengky Indarti juga meminta kepolisian segera mengungkap inisial ketiga anggota polisi terlapor tersebut. Ini diperlukan supaya tidak timbul keraguan publik dan bisa dikawal kelanjutan dari kasus tersebut.

Kompolnas berharap proses penyidikan yang tengah dilakukan bisa segera naik ke penetapan tersangka. Sehingga bisa dibawa ke ranah pengadilan, sesuai rekomendasi Komnas HAM.

"Kalau misalnya kasus ini lama terungkapnya, itu nanti malah publik curiga gitu ya. Ada apa ini dengan kasus ini? Untuk menepis kecurigaan publik, penyidikan harus dilakukan secara profesional, objektif, transparan, dan akuntabel," pintanya.

Pelanggaran HAM

Sebelumnya, hasil penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan tewasnya empat orang Laskar FPI merupakan kategori pelanggaran HAM. Empat orang itu tewas diduga ditembak polisi usai ditangkap di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50, 7 Desember tahun lalu. 

Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana. Sedangkan dua orang laskar FPI lainnya yang berada di kendaraan yang sama tewas saat baku tembak.

Editor: Sindu Dharmawan

  • Laskar FPI
  • unlawful killing
  • FPI
  • pembunuhan di luar hukum
  • Mabes Polri
  • Polda Metro Jaya
  • Terlapor Tewas
  • Kompolnas
  • ISESS
  • Komnas HAM
  • HAM
  • Pelanggaran HAM
  • Empat Laskar FPI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!