RUANG PUBLIK

Kualitas Udara Jakarta Paling Buruk se-Asia Tenggara

"Idealnya, udara sehat mengandung partikel debu di kisaran 0 - 12. Tapi di Jakarta, kandungan partikel debu itu mencapai 45,3. Seperti apa bahayanya untuk kesehatan?"

Kualitas Udara Jakarta Paling Buruk se-Asia Tenggara
Kendaraan bermotor melintas di kawasan Bundaran HI Jakarta, Kamis (28/2/2019). (Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak)

Jakarta merupakan kota dengan tingkat polusi udara tertinggi se-Asia Tenggara.

Hal ini dilaporkan IQ Air – Air Visual dalam World Air Quality Report 2018 yang dirilis Selasa lalu (5/3/2019).

IQ Air – Air Visual merupakan perusahaan pengembang aplikasi digital pemantau polusi udara pertama di dunia.

Melalui apps bernama Air Visual, mereka menyediakan database kualitas udara di lebih dari 10.000 lokasi di berbagai negara.


Baca Juga: Indonesia Juara Polusi Udara se-Asia Tenggara


Udara Sehat: Kandungan Partikel Debu di Kisaran 0 – 12

IQ Air – Air Visual membuat pemeringkatan tingkat polusi dengan mengukur kandungan PM2.5 di udara.

PM2.5 adalah partikel debu sangat kecil yang dihasilkan dari proses pembakaran. Di daerah perkotaan, partikel jenis ini paling banyak dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor, diikuti oleh asap dari mesin industri.

Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel PM2.5 bisa melayang di udara cukup lama serta bisa terhirup manusia.

Menurut standar World Health Organization (WHO), udara yang sehat idealnya memiliki konsentrasi PM2.5 sebanyak 0 – 10.

Sedangkan menurut United States Air Quality Index (US AQI), konsentrasi PM2.5 sebanyak 0 – 12 masih tergolong aman.


Udara Jakarta: Kandungan Partikel Debu Mencapai 45,3

Berdasarkan data IQ AIR – Air Visual, udara Jakarta diketahui memiliki kandungan PM2.5 sebesar 45,3. Jauh melanggar standar WHO maupun US AQI.

Dengan konsentrasi debu sebanyak itu, Jakarta menempati peringkat ke-10 di antara kota-kota dengan udara terburuk di dunia.

Di Asia Tenggara sendiri Jakarta menjadi kota yang udaranya paling tercemar, mengalahkan Hanoi, ibukota Vietnam, yang memiliki konsentrasi PM2.5 sebanyak 40,8.


Ancaman Kesehatan Polusi Udara Jakarta

Data rilisan IQ Air – Air Visual ini ternyata masih sejalan dengan hasil penelitian Greenpeace tahun 2017 lalu.

Di tahun tersebut Greenpeace sudah mencatat bahwa kualitas udara Jakarta sangat buruk hingga mengancam kesehatan masyarakat.

Menurut data yang dihimpun Greenpeace, peningkatan konsentrasi PM2.5 di Jakarta terkait dengan peningkatan kematian akibat stroke di 21 lokasi pemantauan.

Daerah Cibubur dan Warung Buncit juga tercatat mengalami peningkatan resiko kematian hampir dua kali lipat. Penyebabnya adalah penyakit pernapasan akut pada anak-anak.

Greenpeace menyebut bahwa anak-anak cenderung menyerap polutan lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Sebagai perbandingan, anak berusia tiga tahun umumnya menghirup udara dua kali lebih banyak daripada orang dewasa.


Kasus Infeksi Pernapasan Akut di Jakarta

Dalam briefing paper berjudul Kualitas Udara yang Buruk di Jabodetabek (2017), Greenpeace juga mengutip data dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.

Data tersebut menunjukkan bahwa infeksi pernapasan akut menjadi kasus penyakit terbesar di sejumlah kecamatan di Jakarta.

Wilayah yang terdata adalah Cengkareng (2867 kasus), Duren Sawit (2789 kasus), Matraman (2150 kasus), Kalideres (2078 kasus), Cempaka Putih (1216 kasus), Pademangan (1268 kasus), Cilincing (1058 kasus), Kebon Jeruk (1081 kasus), Kembangan (1045 kasus), Tebet (921 kasus), Pasar Minggu (804 kasus), Pancoran (794 kasus), Kebayoran Lama (630 kasus), Setiabudi (608 kasus), Senen (594 kasus), dan Cilandak (586 kasus).

(Sumber: www.airvisual.com, www.greenpeace.com)

 

  • Jakarta
  • polusi udara
  • Greenpeace

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!