HEADLINE

Pulau Buru Tanah Air Beta, Melawan Tanpa Kekerasan

""Yang diinginkan maaf saja. Itu cukup karena kami betul-betul tidak bersalah," "

Pulau Buru Tanah Air Beta, Melawan Tanpa Kekerasan
Pemutaran film

KBR, Jakarta- Tokoh sentral dalam cerita Film Tanah Air Beta, Hersri Setiawan menginginkan kisahnya dalam film tersebut menjadi penyemangat bagi para pemuda untuk melawan  tanpa kekerasan. Meski Film itu mendapat penolakan, ia berharap masyarakat saling membina kerukunan dan tidak saling benci-membenci. Selain itu, ia tak mengharap kompensasi uang atau apapun dari pemerintah selain hanya permintaan maaf.

"Sebenarnya yang menolak sedikit, tidak banyak tetapi sikap pemerintah tidak tegas. (Apa yang bapak mau dari pemerintah?) Lebih tegas lagi, jangan seperti sekarang. (Bapak juga ingin pemerintah meminta maaf?) Iya itu saja cukup. tidak usah memberi uang dan lain-lain. Kami tidak butuh uang walaupun kami miskin nggak punya apa-apa. Yang diinginkan maaf saja. Itu cukup karena kami betul-betul tidak bersalah," kata Hersri (16/3/2016)


Sementara itu, sutradara dari Film Tanah Air Beta, Rahung Nasution menyayangkan pelarangan penayangan film yang dibuatnya karena sastrawan Hersri yang menjadi tahanan politik tahun 1965 itu baru saja mendapatkan penghargaan atas karya-karyanya soal Pulau Buru.  


"Beberapa hari lalu kan Bung Hersri mendapat penghargaan dari UGM, penghargaan hak asasi manusia atas karyanya perjuangannya mendapat pengadilan dengan bukunya Pulau Buru dan hari ini dia mau bersuara juga dilarang. Itu ironi ya, ironi luar biasa. Satu sisi ada usaha mengakui meski belum resmi dari negara tapi lembaga, UGM memberi anugerah, tiba-tiba hari ini kita dipaksa membatalkan," ungkap Rahung (16/3/2016)


Soal film Buru yang mendapat penolakan, Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron justru menyebut akan terus memberikan dukungan bagi film yang memberikan edukasi bagi masyarakat soal hak asasi manusia.


"Bagi kami di Komnas HAM, ini adalah mandat yang harus kami berikan ke publik sesuai UU 9 tahun 98 salah satu mandat HAM di dalam pendidikan dan penyuluhan adalah menyebar luaskan informasi sebanyaknya dalam konteks Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jadi jika kawan-kawan semua yang hadir di sini ingin membuat film yang kualitasnya selain bersifat artistik tapi juga mengedukasi masyarakat dalam membangun kesadaran atas penghormatan hak asasi manusia di Indonesia, dengan senang hati kami mendukungnya siapapun itu," kata Nurkhoiron (16/3/2016)


Sementara itu Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Veronica Koman mengkritisi pihak kepolisian yang tak memberi perlindungan kepada masyarakat dari ancaman ormas yang menginginkan pembatalan penayangan film Tanah Air Beta.


"Diatur juga kewajiban polisi, di Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian Republik Indonesia itu mengatur bahwa tugas polri melindungi mengamankan apa yang butuh diamankan oleh masyarakat. Jadi bukan polisi belakangan selalu alasannya sama, ini ada ancaman dari ormas maka demi keamanan ini dibatalkan ya. Lho kalau misalnya ada ancaman ya anda melindungi karena itu tugas pokok anda yang diatur dalam UU, bukan kita yang bubar jadi disitu kesalahan terbesar polri dalam hal ini," kata Veronica (16/3/2016).


Film Tanah Air Beta merupakan film dokumenter karya Rahung Nasution. Film tersebut bercerita tentang perjalanan ziarah seorang bekas tahanan politik peristiwa 65 ke tanah pengasingan yakni Pulau Buru. Pembuatan film ini dilakukan selama setahun dengan mengambil lokasi di Pulau Buru. Film ini rencananya diputar perdana di Goethe Haus, Jakarta, namun karena mendapat penolakan, maka pemutaran film bergeser lokasi di kantor Komnas HAM


Editor: Rony Sitanggang

  • pulau buru tanah air mata beta
  • korban 65 Hersri Setiawan
  • sutradara dari Film Tanah Air Beta
  • Rahung Nasution
  • Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron
  • Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Veronica Koman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!