HEADLINE

Kasus HAM Masa Lalu, Komnas HAM: Tidak Ada Kesepakatan Non Yudisial

"Komnas HAM hingga saat ini masih meminta Kejaksaan Agung melanjutkan penyelidikan lembaganya hingga ke penuntutan. "

Quinawaty Pasaribu

Kasus HAM Masa Lalu, Komnas HAM: Tidak Ada Kesepakatan Non Yudisial
Mahasiswa Universitas Atma Jaya menaburkan bunga dan menyalakan lilin ketika memperingati Tragedi Semanggi I di Kampus Universtias Atma Jaya, Jakarta, Rabu (13/11/2014).Antara Foto

KBR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Dianto Bachriadi membantah klaim Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut telah ada kesepakatan untuk menyelesaikan enam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan non yudisial atau di luar pengadilan.

Ditemui di kantornya, Dianto menyebut, hingga saat ini Komnas HAM masih meminta Kejaksaan Agung melanjutkan penyelidikan lembaganya hingga ke penuntutan.


"Kami maunya jalan terus sampai ke penyidikan. Mandat yang kami emban ke tahap penyelidikan dan mestinya diselesaikan Jaksa Agung sampai ke penuntutan," tegas Dianto kepada KBR, Senin, 28/3/2016.


Sehingga menurutnya, pernyataan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan tidak berdasar. "Kalau keluar pernyataan, bahwa telah ada kesepatan maka itu klaim sepihak karena kita belum pernah menyetujuinya di Paripurna. Intinya belum ada kesepakatan harus mengarah kemana kalau bukan yudisial. Kalau Kejaksaan Agung tidak menindaklanjuti bagaimana, itu belum ada kesepakatan," imbuhnya.


Dianto mengakui, memang ada tim yang dibentuk untuk berkomunikasi dengan pemerintah untuk menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM. Tim itu, kata dia, terdiri dari enam komisioner yang dipimpin Nur Kholis.


"Tim itu intens berkomunikasi dengan Jaksa Agung dan Menkopolhukam. Tapi dalam laporan tim itu tidak ada keputusan apappun. Kita tidak ada keputusan mengenai arahnya. Kita pun tak tahu detail kalaupun ada kesepakatan," jelasnya.



Tiga Persoalan dalam Rencana Rekonsiliasi Jokowi

Sementara itu terkait rencana pemerintah yang akan menuntaskan enam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu lewat non yudisial, Dianto menilainya tidak akan efektif dan akan banyak menulai penolakan dari para korban.


"Pertama, dasar hukumnya apa? Sampai hari ini tidak ada dasar hukum yang jelas untuk mekanisme non yudisial. Ada penyelesaikan non yudisial dalam UU Pengadilan HAM tahun 2000. Dikatakan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Tapi UU KKR dibatalkan oleh MK pada 2006," katanya.


Persoalan kedua, kata dia, dari enam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, tidak bisa semuanya dipukul rata dengan non yudisial. Sebab, karakter masing-masing kasus berbeda. Sehingga penyelesaiannya pun berbeda. "Kalau pemerintah mau menyelesaikan dengan non yudisial, yang mana? Ada enam. Apakah hanya kasus 1965? Apakah termasuk termasuk Petrus? Talangsari? Semanggi 1 dan 2 juga kerusuhan Mei 1998? Serta kasus penghilangan orang secara paksa pasca 1997/1998?" imbuhnya.


"Kalau semua kasus, ini kan karakternya beda. Baik dari segi waktu jadi model penyelesaiannya tak bisa pukul rata. Dan apakah korban semua maunya begitu?" ujar Dianto.


Dianto pun menekankan pada keinginan para korban yang hingga saat ini masih ingin diselesaikan secara yudisial atau pengadilan. "Kalau misalnya ditanya pada orangtua korban kasus Trisakti, itu mereka maunya pelakunya diadili. Toh yang diduga pelaku masih ada," katanya.


Persoalan ketiga menurut Dianto, konsep rekonsiliasi macam apa yang ditawarkan pemerintah. Hingga kini, Komnas HAM belum tahu bentuk rekonsiliasi yang akan dihadirkan itu.


"Konsepnya bagaimana? Apakah mau mengikuti kebiasaan umum, di mana didahului dengan pengungkapan kebenaran? Kalau tak ada itu, maka apa yang mau direkonsiliasi? Karena melalui pengungkapan kebenaran akan terlihat siapa korban dan pelaku," tegasnya.


Ia juga menilai, tenggat yang disampaikan pemerintah yakni 2 Mei untuk memutuskan bentuk penyelesaian enam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, terlampau dipaksakan. Pasalnya, kata Dianto, rekonsiliasi tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. "Tinggal dua bulan, yang namanya rekonsiliasi tidak bisa semalam selesai. Mekanismenya saja tidak jelas selama ini," pungkasnya.


Dia pun mengaku, Kemenkopolhukam baru membentuk tim untuk merumuskan bentuk rekonsiliasi yang tengah diwacanakan.  


Editor : Sasmito Madrim

  • kasus ham masa lalu
  • komnas ham
  • menko polhukam
  • luhut pandjaitan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!