HEADLINE

Eks Menteri BUMN: Menara BCA dan Apartemen Kempinski Tak Masuk Kontrak

""Pada waktu itu memang rencana itu diajukan hanya dua mal dan hotel. Setelah itu tidak dilaporkan oleh direksi HIN""

Gilang Ramadhan

Eks Menteri BUMN: Menara BCA dan Apartemen Kempinski Tak Masuk Kontrak

KBR, Jakarta- Bekas Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN), Laksamana Sukardi, membenarkan tidak ada rencana pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski dalam kontrak awal kerjasama BOT (Build, Operate, Transfer). Kontrak ditekan antara BUMN PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dan PT Grand Indonesia.

Sukardi mengatakan, seharusnya ketika pembangunan gedung selesai ada berita acara pembangunan yang dilaporkan ke pemegang saham dan Menteri BUMN.

"Oktober 2004 Saya sudah berhenti (menjadi Menjadi Menteri BUMN). Tapi pada waktu itu memang rencana itu diajukan hanya dua mal dan hotel. Setelah itu tidak dilaporkan oleh direksi HIN," kata Sukardi di Kejaksaan Agung, Selasa (01/03/2016).


Bekas Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN), Laksamana Sukardi, mengatakan, tidak ada kompensasi yang dibayarkan kepada Negara dari penggunaan dua gedung yang dibangun di luar kontrak. Dalam kontrak BOT yang ditandatangani 13 Mei 2004, disepakati empat objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT Grand Indonesia, yakni hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan, dan fasilitas parkir. Tapi realisasinya ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung Menara BCA dan apartemen Kempinski.


Sukardi diperiksa penyidik Kejaksaan Agung selama 9 jam sebagai saksi   dugaan korupsi pembangunan di luar kontrak yang menyebabkan kerugian negara 1,2 triliun rupiah, Selasa (01/03/2016). Sedangkan Direktur Utama PT Cipta Karya Bumi Indah Periode 2004, Johanes Arief Hartono,  Direktur Utama PT Grand Indonesia, Fransiskus Yohanes Hardianto Lazaro, dan Wijajanto Samirin mangkir pada pemanggilan oleh Kejaksaan Agung.

Kasus ini sebelumnya diungkapkan Komisaris PT Hotel Indonesia Natour (HIN) Michael Umbas. Dia  mengaku telah menemukan kejanggalan dalam kontrak itu, yang juga berpotensi merugikan keuangan negara.

Kejanggalan yang dimaksud adalah pembangunan dua gedung yang tidak disebutkan dalam kontrak kerja sama.

"Di samping soal perpanjangan itu, kami juga menemukan penyimpangan lain yang cukup serius. Yaitu soal pembangunan dua gedung obyek dalam kerja sama BOT itu yang setelah kami telusuri juga dicantumkan dalam kontrak periode," kata Komisaris PT HIN, Michael Umbas kepada KBR, Selasa (16/02). 

Kata Michael, "dua bangunan itu Menara BCA dan Apartemen Kempinski. Dan oleh BPK, dua bangunan itu dinyatakan tidak tercantum dalam kontrak BOT." 


Saat ini Kejaksaan Agung sedang menyidik kasus dugaan pelanggaran kontrak yang menyebabkan kerugian negara sekitar 1,2 triliun rupiah dari kerjasama BOT antara BUMN PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dan PT Grand Indonesia. Belum ada tersangka yang ditetapkan dalam perkara ini.

Editor: Rony Sitanggang

  • hotel natour indonesia
  • korupsi bumn
  • michael umbas
  • laksamana sukardi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!