HEADLINE
BPJS Kesehatan Siapkan Sistem Baru Untuk Akomodir Penaikan Tarif
KBR, Jakarta- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tengah menyiapkan perubahan sistem dan bisnis menyusul disahkannya Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Juru bicara BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi mengatakan, perubahan tersebut dibutuhkan untuk mengakomodir ketentuan-ketentuan yang ada di Perpres 19/2016. Salah satunya yaitu kenaikan iuran BPJS.
"PR BPJS Kesehatan menyiapkan perubahan sistem, perubahan proses bisnis dan banyak hal yang disiapkan tidak hanya iuran. Menindaklanjuti perpres itu kemudian mengakomodir di perpres itu," jelas Juru bicara BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi kepada KBR, Senin (14/03).
Irfan berharap dengan kenaikan iuran BPJS pelayanan kesehatan akan semakin baik. Meski demikian, kata dia, hal tersebut bukan berarti pelayanan kesehatan yang menggunakan BPJS selama ini buruk.
"Tapi saya tidak setuju kalau pelayanan BPJS itu dibedakan. Kalau ada seperti itu tolong dilaporkan. Karena faktanya dalam satu juta kunjungan dan kasus itu sudah terlayani. Artinya ada antrian orang ke sekian dan tidak cukup, tapi kebetulan yang sebagian kecil tertolak karena penuh benaran," imbuhnya.
Sebelumnya, BPJS Watch meminta kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan dibarengi dengan peningkatan pelayanan kesehatan. Namun, menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, dengan aturan soal tarif pelayanan kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan, hal tersebut takkan terjadi.
Karena itu, kata dia, pemerintah seharusnya terlebih dulu memperbaiki aturan pelayanan dan tarif BPJS Kesehatan secara menyeluruh. Tidak hanya memperbaiki pemasukan dengan menaikkan tarif, namun juga revisi aturan tarif pelayanan rumah sakit. Dengan demikian rumah sakit swasta tertarik melayani pasien BPJS Kesehatan.
Perubahan iuran BPJS:
-
Ruang perawatan klas III menjadi Rp 30.000 dari sebelumnya Rp 25.500 per bulan.
-
Ruang perawatan klas II menjadi Rp 51.000 dari sebelumnya Rp 42.500 per bulan.
-
Ruang perawatan kelas I, menjadi Rp 80.000 dari sebelumnya Rp 59.500 per bulan.
Penaikan Tarif itu mendapat penolakan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Mereka
mendesak pemerintah membatalkan penaikan tarif iuran BPJS bagi peserta
mandiri. Penaikan ini diklaim
untuk menutup defisit operasional yang mencapai lebih dari Rp 7 triliun
sejak 2014. Meski begitu dalam rilis yang diterima KBR, Ketua Pengurus
Harian YLKI, Tulus Abadi menilai penaikan tarif ini kontraproduktif dan
tidak berempati terhadap merosotonya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya
daya beli masyarakat. Berikut sejumlah alasan YLKI menolak kebijakan
ini:
- Sampai detik ini BPJS belum mempunyai standar pelayanan minimal yang
jelas, sehingga hampir di semua lini pelayanan BPJS masih sangat
mengecewakan masyarakat. Masih banyak pasien yang ditolak opname di
rumah sakit tanpa alasan yang jelas. Sekalipun diterima rumah sakit,
tapi service rumah sakit terhadap peserta BPJS sangat timpang dibanding
dengan peserta non BPJS. Dan seabreg kekecewaan seperti obat tertentu
yang tidak ditanggung dan antrian panjang, hingga pasien menjemput ajal
karena belum ada tindakan medis.
- Kenaikan tarif BPJS juga merupakan pelanggaran prinsip
kegotongroyongan yang menjadi "jiwa" asuransi sosial dalam BPJS. Jika
tarif BPJS terus dinaikkan, apa bedanya BPJS dengan asuransi komersial?
Kenaikan iuran BPJS bisa dikategorikan melanggar NAWACITA.
- Kalaupun pemerintah ingin menaikkan iuran BPJS, seharusnya yang
dinaikkan adalah peserta PBI yang menjadi tanggungan negara. Pemerintah
harus menambah besaran iuran PBI, sebagai tanggungjawab konstitusional
negara, bahwa kesehatan adalah hak asasi warga negara. Seharusnya
pemerintah justru berterima kasih pada peserta BPJS mandiri, bukan malah
mengeskploitasinya dengan menaikkan tarifnya. Pemerintah bisa
menggunakan separuh dari dana cukai rokok.
- Manajemen BPJS dan juga pemerintah jangan beranggapan bahwa setelah
ada BPJS tidak serta merta masyarakat tidak mengeluarkan belanja
kesehatan, selain BPJS. Justru yang terjadi sebaliknya, masyarakat lebih
banyak mengeluarkan budget kesehatan (fee for service), sebagai akibat
masih buruknya pelayanan BPJS.
- Berapapun iuran yang diberikan BPJS, maka finansial BPJS akan tetap defisit, bahkan jebol jika belum ada perbaikan fundamental dari sisi hulu, yakni memperbaiki perilaku hidup sehat masyarakat (dengan tindakan preventif promotif), dan mengembalikan distrust (ketidakpercayaan) masyarakat pada pelayanan kesehatan tingkat dasar.
Editor: Rony Sitanggang
- penaikan bpjs kesehatan
- Juru bicara BPJS Kesehatan
- Irfan Humaidi
- Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016
- defisit bpjs
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!