KBR, Jakarta- Kepolisian Papua bakal melakukan operasi selama setahun untuk memburu kelompok yang dituding melakukan kekerasan di Kabupaten Lanny Jaya, Puncak Jaya dan Puncak. Juru Bicara Polda Papua, Patrige Renwarin mengatakan, operasi ini tengah disusun konsepnya dan akan diserahkan ke Mabes Polri Jakarta untuk disetujui.
Nantinya operasi ini
juga melibatkan TNI.
"Dulu-dulu sudah ada operasi setingkat Polda
dengan melibatkan Kodam. Itu sebulan hingga dua bulan. Tapi dari hasil
evaluasi, kalau gunakan model seperti itu hanya menguras banyak tenaga
dan dana yang tak terduga. Sementara hasilnya minim," ungkap Juru Bicara Polda Papua, Patrige
Renwarin
kepada KBR, Senin (21/03).
Patrige tidak mau menyebutkan berapa anggaran operasi ini.
"Belum tahu, baru disusun konsepnya. Dilaporkan dulu ke Jakarta." Elak Partrige.
Namun
ia menjanjikan konsep operasi itu bakal rampung pekan ini. Pemprov Papua
pun, sudah dua kali diajak bicara dan menyetujui operasi tersebut.
Operasi
itu pun, kata dia, tidak hanya penindakan tapi juga pencegahan.
"Misalnya di kampung-kampung, akan disampaikan operasi terpadu ini. Ada
yang dibagi tugas ke kampung-kampung tentang bahayanya kelompok itu." Ia
juga mengklaim dalam proses pencegahan ke kampung itu tidak akan ada
kekerasan ke masyarakat.
"Enggak, hanya memberitahu sekarang ada ancaman
jangan ikut-ikutan," imbuhnya.
Kepolisian Papua sebelumnya
mencatat sejak 2009 hingga 2016, di wilayah Kabupaten Puncak telah
terjadi 226 kasus penembakan. Korban meninggal, baik TNI/Polri maupun
warga sipil sebanyak 112 orang dengan korban luka sebanyak 229 orang.
Sementara
pelakunya, menurut Patrige, ada tiga kelompok yang selama ini melakukan
aksi kekerasan di Kabupaten Lanny Jaya, Puncak Jaya dan Puncak.
"Kita
inventarisir siapa-siapa kelompoknya. Jadi fokus pada kelompok yang
melakukan kejahatan di tiga kabupaten tersebut," jelasnya.
Ia
pun menegaskan, kelompok yang mencoba menghalangi proyek pemerintah
seperti jalan Trans Papua bakal ditindak.
"Yang menghalangi harus
ditindak," tegasnya.
Pasalnya kata dia, atas aksi penembakan di Distrik
Sinak, Kabupaten Puncak, meresahkan masyarakat Papua dan pendatang.
KNPB: Operasi Polda dan TNI Hanya Proyek
Ketua
Komite Nasional Papua Barat, Victor Yeimo menyebut aksi penembakan yang
dilakukan kelompok pimpinan Lekagak di Kabupaten Puncak Jaya sebagai
sikap penolakan terhadap pembangunan jalan Trans Papua. Pasalnya kata
dia, dengan adanya jalan itu hanya menguntungkan pengusaha besar yang
tengah berinvestasi di tanah mereka.
"Mereka memiliki pemikiran
bahwa kalau akses pembangunan dibuka sampai ke kampung-kampung justru
memudahkan imigrasi atau pendatang dari luar dan pengusaha," ungkap
Victor kepada KBR, Senin, 21/3/2016.
Ia pun menuding aksi yang
dilakukan kelompok Lekagak kerap dijadikan alasan bagi Kepolisian untuk
menambah anggaran pengamaman.
"Sengaja dipelihara oleh tentara. Di satu
sisi mereka melakukan perlawanan, tapi perlawanan itu dimanfaatkan atau
bargain Polri TNI untuk proyek keamanan," katanya.
Sementara
terkait operasi yang akan digencarkan Polda Papua dan TNI, menurut
Victor, bukanlah hal yang dikhawatirkan. Pasalnya kata dia, operasi di
Papua terjadi saban hari.
"Jadi tak perlulah bikin operasi baru hanya
untuk mencari alokasi dana. Toh operasi terjadi tiap hari. Justru,
operasi itu ditunggu-tunggu kelompok Lekagak dan lainnya untuk melakukan
perlawanan terbuka. Dengan begitu tak lagi dicap aksi kriminal."
Terkait
pembangunan jalan Trans Papua, menurut Victor, masyarakat Papua tidak
dipersiapkan dengan baik.
"Mereka belum siap dengan alat produksi
modern. Tak punya mesin industri. Maka siapa yang akan memakai akses
pembangunan itu?" ungkapnya. Sedangkan, keinginan masyarakat Papua
adalah pembangunan manusia bukan pembangunan fisik.
"Yang
diinginkan orang Papua itu pembangunan manusia dan ini tidak
dipersiapkan. Perspektif pemerintah Indonesia bahwa yang modern itu
ketika bangunan ada," pungkas Victor.
Dampaknya, kepercayaan masyarakat
Papua kepada pemerintah pusat semakin minim. Itulah dasar kata dia,
mengapa masyarakat Papua ingin mengatur pemerintahannya sendiri.
Editor: Rony Sitanggang