HEADLINE

203 Anggota DPR Belum Serahkan LHKPN, Termasuk Akom

"Ketua DPR Ade Komaruddin diketahui terakhir kali melaporkan kekayaannya pada 31 Oktober 2001."

Ria Apriyani

203 Anggota DPR Belum Serahkan LHKPN, Termasuk Akom
Ketua DPR Ade Komarudin (tengah) berjabat tangan dengan Ketua Parlemen Aljazair Mohamed Larbi Ould Khelifa (kiri) didampingi Wakil Ketua DPR Agus Hermanto (kanan) saat kunjungan bilateral di Gedung Nu

KBR, Jakarta - Sebanyak 203 anggota DPR tercatat belum menyerahkan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara(LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal berdasarkan pasal 5 poin 3 UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, penyelenggara negara wajib melaporkan kekayaannya sebelum dan setelah ia menjabat.

Berdasarkan pemantauan di situs daftar LHKPN KPK per Kamis(10/03/2016), Ketua DPR Ade Komaruddin diketahui terakhir kali melaporkan kekayaannya pada 31 Oktober 2001. Saat itu harta kekayaan tidak bergerak yang dilaporkannya berupa sebuah rumah dan tanah di Purwakarta. Setelah itu, tidak ada catatan laporan terbaru. Padahal, pemimpin yang menggantikan Setya Novanto ini wajib menyerahkan LHKPN pada 2014.

Hal yang serupa juga dilakukan Wakil Ketua DPR Bidang Ekonomi, Agus Hermanto. Politisi partai

Demokrat ini terakhir kali melaporkan kekayaannya pada penghujung 2009. Sementara itu, Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Fadli Zon pada situs tersebut justru tidak ditemukan satupun catatan pelaporan kekayaannya.

Saat dihubungi via whatsapp, Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, memastikan data yang ada di situs diperbarui secara berkala. "Iya. Itu data terupdate,"tulisnya, Kamis(10/03/2016).

Hari ini, Koalisi Masyarakat untuk Parlemen Bersih akan menemui MKD. Mereka akan menyampaikan daftar nama anggota DPR yang belum menyerahkan LHKPN ke KPK siang nanti.


Editor: Damar Fery Ardiyan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!